Banyak Terbitnya IUP, Walhi : Kami Tidak Yakin Sumsel akan Bebas Asap

Krisis sosial dan ekologis mengancam warga

Palembang, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel menilai, pemberian izin pengelolaan wilayah gambut atau perubahan fungsi gambut menjadi perkebunan oleh perusahaan, berdampak paling besar kebakaran hutan di wilayah Sumsel.

"Hasil analisis Walhi dari 2 Januari sampai 27 Juli 2019, terdapat 473 titik api dalam izin korporasi. Izin korporasi perkebunan ini menyebabkan munculnya 145 titik atau sekitar 22 persen. Sedangkan untuk pertambangan ada 223 titik api atau 47 persen," jelas Pengkampanye Hutan Hebun dan Lahan gambut, Walhi Sumsel, Habibi, Minggu (28/7).

1. Sejak bencana terjadi karhutla pada 2015 lalu, banyak muncul IUP baru

Banyak Terbitnya IUP, Walhi : Kami Tidak Yakin Sumsel akan Bebas AsapIDN Times/Rangga Erfizal

Habibi mengungkapkan, sejak bencana kebakaran hutan besar di wilayah Sumsel pada tahun 2015 lalu, Izin Usaha Perkebunan (IUP) mulai terus keluar. Kondisi ini mengakibatkan terjadi perubahan fungsi lahan gambut di wilayah Lebak Rawang, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel.

Padahal, pemerintah pusat melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), telah mengeluarkan kebijakan merestorasi gambut di wilayah Indonesia.

"Kami tidak yakin Sumsel akan bebas asap. Karena banyak pelanggaran yang dilakukan sebelum penyerahan Hak Guna Usaha (HGU). Korporasi masuk, mereka membuat kanal. Kanal ini bisa berdampak terhadap gambut, yakni dengan membuat kekeringan. Jadi langkah pemerintah ingin merestorasi gambut jadi tidak berjalan," ungkap dia.

2. Kanal yang dibuat perusahaan berdampak pada keringnya gambut

Banyak Terbitnya IUP, Walhi : Kami Tidak Yakin Sumsel akan Bebas AsapIDN Times/Rangga Erfizal

Habibi melanjutkan, dengan masuknya perusahaan sawit ke daerah Lebak Rawang yang di dalamnya ada 4 desa, yakni Desa Jerambah Rengas, Penanggoan Duren, Lebung Itam dan Tulung Seluang, sangat dicemaskan masyarakat. Dari laporan yang telah diterima Walhi Sumsel dari masyarakat, perusahaan tersebut telah membuat kanal sepanjang 700 meter mengakibatkan perubahan ekosistem di wilayah seluas 11.417 hektare tersebut.

"Pembukaan kanal akan berdampak pada keringnya gambut. Seharusnya, wilayah yang pernah terdampak kebakaran lahan tahun 2015 lalu harus dipulihkan. Untuk memulihkannya butuh waktu cukup lama. Apa lagi, gambut di sana merupakan gambut dalam, yang jika terbakar akan membuat api sulit dipadamkan," jelas Habibi.

Jika dibiarkan, sambungnya, dikhawatirkan kebakaran akan terjadi dan konflik horizontal antara masyarakat dan perusahaan kembali terjadi. Saat ini, banyak masyarakat yang menolak IUP yang telah dikeluarkan untuk perubahan lahan gambut ke perkebunan sawit.

3. Dampak ekosistem dan ekonomi ancam warga

Banyak Terbitnya IUP, Walhi : Kami Tidak Yakin Sumsel akan Bebas AsapIDN Times/Rangga Erfizal

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, M Hairul Sobri menjelaskan, bila terus dibiarkan, bencana ekosistem pasti akan terjadi dan masyarakat akan mengalami dampak ekonomi yang besar.

"Dampak ekonomi akan sangat terasa. Penghasilan per hari masyarakat dari memancing yang biasa mendapatkan Rp200.000 hingga Rp300.000, akan berkurang. Selain itu, biasanya masyarakat mencari kayu mati akan kesulitan, ini sangat berpotensi dalam pemberian izin ke perusahaan," jelasnya.

Apa lagi, sambung Hairul Sobri, untuk membuka perkebunan sawit, paling tidak perusahaan harus menyediakan kanal untuk mengaliri perkebunan tersebut.

"Ini wilayah gambut dalam, jika menjadi perkebunan sawit maka akan ada kanal. Satu sisi, saat musim hujan dapat mengakibatkan lahan masyarakat banjir, di sisi lain akan terjadi kebakaran hutan ketika memasuki musim kemarau," sambung dia.

Baca Juga: Hanya 24 Jam, Terpantau 9 Titik Api Karhutla di Wilayah Sumsel  

4. Habitat binatang ikut terganggu

Banyak Terbitnya IUP, Walhi : Kami Tidak Yakin Sumsel akan Bebas AsapIDN Times/Rangga Erfizal

Kemudian, urai Sobri, dengan pengelolaan lahan perkebunan di wilayah tersebut, bisa mengancam habitat harimau yang ada. Apa lagi, dari laporan warga sekitar satu bulan lalu, mereka sudah melihat tiga ekor harimau atau biasa disebut masyarakat sekitar dengan macan kumbang.

"Kami takutkan, harimau ini justru masuk ke permukiman warga Desa Jeramba Rengas, jika lahan di wilayah itu digarap untuk perkebunan. Tidak hanya harimau, di sana juga ada habitat rusa, beruang dan gajah yang akan terganggu," tandas dia.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya