TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenaikan 1,5 Persen UMP Sumsel 2024 Tak Bisa Tutupi Kebutuhan Hidup

Buruh minta kenaikan UMP Sumsel 2024 diubah saat unjuk rasa

Demonstrasi buruh di depan kantor Gubernur Sumsel menuntut kenaikan UMP (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Ratusan buruh dari berbagai macam serikat mendatangi Kantor Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel), Senin (27/11/2023). Mereka menuntut kenaikan upah Minimum Provinsi (UMP) direvisi menjadi 15 persen.

Tuntutan buruh berdasarkan pada inflasi yang semakin tinggi dan kenaikan bahan pangan yang sudah di luar batas. Dengan kenaikan UMP Sumsel 2024 hanya Rp52.000, mereka menilai tak akan bertahan dengan gaji yang hanya naik 1,55 persen.

"Nilai Rp52.000 tidak cukup. Kenaikan bahan pokok saja sudah naik 40 persen. Belum lagi BBM naik 30 persen. Dengan naik hanya 1,55 persen, upah kita sangat jauh dari kebutuhan layak," ungkap Ketua DPC Federasi Serikat Buruh Niaga Informatika Keuangan Perbankan dan Aneka Industri (FSB Nikeuba), Hermawan, Senin (27/11/2023).

Baca Juga: UMK Palembang 2024 Jadi Rp3,6 Jutaan, Buruh: Masih Jauh dari Harapan

1. Sejak awal regulasi tak berpihak buruh

Demonstrasi buruh di depan kantor Gubernur Sumsel menuntut kenaikan UMP (IDN Times/Rangga Erfizal)

Hermawan menerangkan kenaikan upah buruh ini tidak sebanding dengan kenaikan gaji yang diterima ASN sebesar 8 persen. Belum lagi pensiunan naik sebesar 12 persen, sedangkan buruh hanya 1,55 persen. Dirinya menyebut provinsi lain di Indonesia bisa menentukan kenaikan lebih baik dari Sumsel.

"Jangan beralasan karena regulasi, karena regulasi tidak berpihak pada buruh sejak awal memang sudah kita tentang. Upah adalah faktor penting terhadap kebutuhan hidup," jelas dia.

Baca Juga: UMP 2024 Sumsel Naik Rp52.000, Buruh: Sama Saja Tidak Naik

2. Buruh menganggap tak dihargai

Demonstrasi buruh di depan kantor Gubernur Sumsel menuntut kenaikan UMP (IDN Times/Rangga Erfizal)

Senada diungkapkan perwakilan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi), Junaedi. Ia menyebut mereka menolak kenaikan upah karena nilainya kecil dan tidak berpihak pada buruh.

"Pj Gubernur Sumsel baru dilantik tetapi sudah bisa memutuskan UMP yang menjadi hajat orang banyak. Kenaikan itu pun sangat kecil," jelas dia.

Menurutnya, pemerintah tak menganggap buruh sebagai komponen penting dalam kemajuan ekonomi daerah. Keringat buruh baru dinilai dan dihargai ketika pemerintah membutuhkan.

"Mereka tidak merasakan apa yang dialami buruh karena mereka digaji besar. Sementara buruh menghadapi kebutuhan hidup yang semakin mahal. Harga cabai saja sudah tembus Rp120.000," jelas dia.

Berita Terkini Lainnya