Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah Air

Baru 24 persen rakyat Indonesia terima vaksin tahap pertama

Palembang, IDN Times - "Sekarang tidak ada tawar-menawar, saya sampaikan 1 juta harus. Agustus, 2 juta harus." Begitu lah pernyataan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo saat membuka Musyawarah Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang ditayangkan channel YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (30/6/2021).

Program 1 juta vaksinasi per hari untuk seluruh rakyat Indonesia harus dilaksanakan. Berbagai daerah pun sudah mempersiapkannya sejak Juni 2021; ada yang menggelar simulasi, dan menghitung kalkulasi dosis yang harus disuntikkan oleh tiap fasilitas kesehatan (faskes).

Vaksinasi merupakan cara yang ditempuh pemerintah untuk mencapai herd immunity, atau kekebalan kelompok masyarakat terhadap penyakit tertentu. Tentu ada cara lain untuk membentuk kekebalan komunal, seperti seperti menerapkan karantina atau lockdown untuk mencegah penularan yang meluas.

Tapi langkah ini tidak dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang menginginkan roda perekonomian tetap berjalan. Pemerintah menggenjot vaksinasi sebagai langkah menghentikan virus mereplikasi dirinya ke tubuh manusia.

Target vaksinasi sempat berjalan lancar di awal Juli 2021. Namun menjelang akhir bulan, seluruh daerah melaporkan kekurangan stok. Distribusi yang mulanya merata ke 34 provinsi pun berubah, pemerintah pusat mengalokasikan lebih banyak vaksin ke Pulau Jawa dan Bali. Apalagi kasus positif harian di beberapa provinsi di Pulau Jawa mencapai rekor tertinggi. 

Sebanyak 208,2 juta rakyat Indonesia ditargetkan menerima vaksinasi sebagai syarat 70-80 persen untuk mencapai herd immunity. Namun berdasarkan data covid19.go.id hingga kemarin, Minggu (8/8/2021), baru 50 juta orang yang menerima vaksin dosis pertama atau sekitar 24 persen dari target. Dari jumlah 50 juta orang itu, baru sekitar 23,7 juta atau 11,4 persen yang mendapatkan vaksinasi lengkap atau dosis kedua.

Kekurangan stok vaksin pun ditenggarai bakal mengakibatkan herd immunity sejumlah daerah sulit tercapai. Apa penyebab beberapa daerah "berteriak" kekurangan stok vaksin? Lantas, apa penanganan pemerintah daerah maupun terkait hal ini?

Baca Juga: Sumsel Kehabisan Stok Vaksin, Herd Immunity Terancam Gagal

1. Jauh dari kata mendekati

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirVaksinasi di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (5/5/2021). (IDN Times/Herka Yanis).

Vaksinasi di Sumatra Selatan (Sumsel) masih jauh dari kata mencapai target. Menurut Kepala Seksi Surveilens imunisasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel, Yusri, pihaknya menarget 70 persen masyarakat Sumsel mencapai kekebalan komunal. Namun sampai Rabu (5/8/2021) kemarin, jumlah mereka yang divaksin baru mencapai 967.545 orang.

“Sedangkan untuk total keseluruhan dosis kedua baru sekitar 8.56 persen. Paling banyak untuk tenaga medis mencapai 98,55 persen. Lalu pelayanan publik sudah lebih dari 100 persen dan untuk lansia sudah 13,28 persen. Sedangkan remaja baru 0,21 persen,” ujar dia.

Sumsel memiliki 433 fasilitas kesehatan (faskes) yang tersebar di 17 kabupaten dan kota. Setiap faskes ditarget menyuntikkan vaksin kepada 145 orang per hari. Sumsel setidaknya membutuhkan 12,8 juta dosis untuk dua kali penyuntikan. Namun lagi-lagi alokasi vaksin merupakan keputusan pemerintah pusat.

Palembang pun menarget 1.242.206 orang menerima vaksinasi COVID-19. Namun hingga saat ini Dinas Kesehatan (Dinkes) Palembang belum mencapai realisasi angka tersebut. Berdasarkan data Dinkes Palembang hingga 7 Agustus, pencapaian vaksinasi masih di bawah 30 persen. Target yang belum bisa terpenuhi itu disebabkan keterbatasan stok vaksin di setiap fasilitas kesehetan (faskes).

"Keseluruhan target sasaran realisasi baru 27,99 persen dari target satu juta orang. Minimnya pencapaian realisasi vaksinasi ini dikarenakan stok yang kosong sehingga vaksinasi harus tertunda," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Palembang, dr Mirza Susanty kepada IDN Times, Minggu (8/8/2021).

Pencapaian vaksinasi di Sumatra Utara (Sumut) juga masih relatif rendah. Vaksinasi dosis pertama baru mencapai di angka 16,77 persen atau 1.915.441 orang. Sedangkan untuk dosis kedua mencapai 9,7 persen, atau 1.107.093 orang dari target 11.419.559 orang.

Hal ini diakui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Kepala Satgas COVID-19 Sumut, Letjen TNI, Ganip Warsito. Ia mengatakan, pasokan vaksin memang menipis. Namun Ganip memastikan pasokan kembali normal secara bertahap pada Agustus 2021.

"Memang di akhir Juli ada sedikit penurunan stok. Tapi di bulan Agustus ini dijamin stok vaksin akan bisa mengalir (normal)," sebut Jenderal TNI bintang tiga itu kepada wartawan di rumah dinas Gubernur Sumut, Medan, Jumat (6/8/2021).

Baca Juga: Lampung Peringkat Terendah Pertama Nasional Vaksinasi Tahap I 

2. Menjadi yang terendah

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirIlustrasi Vaksinasi COVID-19 (IDN Times/Uni Lubis)

Provinsi Lampung merupakan satu di antara daerah dengan tingkat pemerataan distribusi vaksinasi COVID-19 terendah di antara 34 provinsi se-Indonesia. Berdasarkan data Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) pada 3 Agustus 2021, Provinsi Lampung menempati peringkat persentase pertama terendah di angka 9,33 persen. Sementara untuk tahap 2 berada di posisi empat teratas dengan capaian 5,9 persen.

Dari total keseluruhan target sasaran vaksinasi di Provinsi Lampung yang mencapai 6.645.226 target peserta, DInkes Provinsi Lampung baru menerima 1.324.780 dosis vaksin. Itu sudah termasuk dengan jenis Moderna untuk vaksin tahap tiga bagi tenaga kesehatan (nakes).

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi mengatakan, pihaknya masih mengupayakan percepatan distribusi vaksinasi COVID-19 ke Lampung, mengingat hal tersebut merupakan bagian komitmen untuk rangka mendukung percepatan program vaksinasi di Tanah Air.

"Sedang diusahakan, Insya Allah mudah-mudah dalam waktu dekat ini akan ada lagi pengiriman dan akan segera kita lakukan," ujar Arinal, Jumat (6/8/2021).

Menurut Kepala Dinkes Provinsi Lampung, Reihana, pihaknya telah menerima tambahan vaksin COVID-19 sekitar satu juta dosis. Namun jumlah itu merupakan kumulatif distribusi vaksin dalam kurun waktu akhir Juli hingga minggu pertama Agustus 2021. Terbaru, Provinsi Lampung menerima 12.260 vial atau 122.600 dosis vaksin COVID-19 yang terdiri dari 6.130 vial untuk Dinkes, 3.065 vial dialokasikan untuk TNI, dan 3.065 vial untuk Polri.

"Kami sudah menerima vaksin selanjutnya, sejumlah lebih kurang juga hampir sejuta dosis lagi, dan peruntukan sudah kami distribusikan ke kabupaten/kota sesuai dengan arahan Kementrian Kesehatan," kata Reihana.

Kepala Dinkes Kota Bandar lampung, Edwin Rusli pun mengatakan, kiriman tambahan vaksin masih belum mencukupi kebutuhan vaksin dosis kedua untuk seluruh masyarakat Kota Bandar Lampung. Ia mengalkulasi kebutuhan hingga 28.000 dosis atau 2.800 vial lagi.

Sama halnya dengan Provinsi Banten yang tercatat baru merealisasikan 76 persen vaksinasi, atau yang terendah di Pulau Jawa. Gubernur Banten, Wahidin Halim, menepis anggapan jika jajarannya bergerak lamban.

"Bukan lambat....memang jatahnya segitu," kata Wahidin saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (2/8/2021) lalu.

Hingga akhir Juli 2021, pemerintah pusat sudah mengirim 3.305.880 dosis vaksin ke Banten. Dari jumlah itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tercatat sudah menggunakan 2.521.089 dosis vaksin COVID-19.

Mantan Wali Kota Tangerang dua periode itu menegaskan, pihaknya sudah bekerja maksimal melaksanakan vaksinasi sehingga sudah mampu menjangkau lebih dari 1,6 juta sesuai jatah yang diberikan pemerintah pusat.

"Vaksin cuma segitu 1,6 juta. Sudah habis divaksinasi. Belum dikirim atau distribusi dari pusat," katanya. Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti secara gamblang menjelaskan, rendahnya realisasi vaksinasi dari target 9,2 juta orang dikarenakan jatah yang sedikit.

"Pasti persentasenya turun. Jadi persentasinya 13,9 persen. Kalau 1,6 juta vaksin kita sudah mau 100 persen," katanya.

Baca Juga: Gak Bisa Vaksin karena Gak Ada NIK, Ini Solusi Ridwan Kamil

3. Distribusi dan administrasi sebagai tembok penghambat

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirSeorang narapidana Rutan Kelas II A Palu disuntik vaksin COVID-19 tahap kedua. (IDN Times/Kristina Natalia)

“Masyarakat Kaltim yang wajib vaksin mencapai 2 juta orang, sedangkan penyaluran vaksin dari pusat ini masih tersendat-sendat,” kata Kepala Dinkes Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), dr Hj Padillah Mante Runa, Jumat (6/8/2021)

Padillah menegaskan, Kaltim siap memenuhi target vaksinasi COVID-19 sesuai perintah Presiden RI. Namun ia memberi catatan, distribusi vaksin di lapangan tepat sesuai jadwal yang ditentukan. 

“Jangan kan 1 juta, mau 2 juta per hari pun Kaltim siap. Yang buat kami kecewa, pendistribusian vaksin dari pusat untuk Kaltim masih terbata-bata. Bagaimana kami harus menjalankan instruksi beliau jika kebutuhan kami tidak terpenuhi,” tegasnya.

Kaltim dengan 10 kabupaten dan kota berpenduduk mencapai 3,77 juta jiwa, baru melaksanakan vaksinasi yang tersalur dari pemerintah pusat mencapai 154.448. Padillah tak bisa memastikan kapan target vaksinasi di daerahnya bisa tercapai.

“Distribusi vaksin dari pusat untuk Kaltim baru mencapai 28 persen. Dosis pertama baru 17 persen, sedangkan dosis kedua hanya 11 persen. Itu data mulai 1 Januari sampai 6 Agustus ini,” katanya.

Sedangkan ratusan penghuni Rutan Kelas II A Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), terpaksa hanya bisa menonton rekan-rekannya disuntik vaksin COVID-19 tahap II, Kamis (5/8/2021). 

Sekitar 428 napi yang tak memiliki Kartu Tanda Penduduk, dinyatakan tidak memenuhi syarat vaksinasi COVID-19. Dari 465 penghuni rutan, hanya 37 napi yang bisa divaksin hingga tahap II.

“Ada yang memang tidak miliki KTP, ada yang KTP hilang, dan ada juga yang katanya KTP masih di kepolisian karena belum dikembalikan. Kami belum tahu kepastiannya,” kata Kasubsi Pengelolaan Rutan Kelas II A Palu, Melyana, Kamis (5/8/2021).

Pada hari yang sama, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil atau Emil, juga menyoroti kendala Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat vaksinasi. Banyak masyarakat yang tidak dapat mengikuti program tersebut karena data dirinya sudah terpakai oleh orang lain.

"Sudah kita laporkan ke Kemendagri dan Kemenkes melalui Disdukcapil Jabar supaya bisa dikoordinasikan. Kalau ada hal seperti ini bisa diselesaikan," ujarnya, Kamis (5/8/2021).

Persoalan NIK kata Emil, jangan membuat hak vaksinasi masyarakat dibatasi. Emil berujar, hal terpenting saat ini adalah masyarakat mendapatkan vaksin secara penuh dari pemerintah kabupaten maupun kota.

"Jumlahnya tidak terlalu banyak tapi viral. Jangan sampai masyarakat sudah mau tapi terkendala. Sudah koordinasi untuk mencari solusi, mudah-mudahan ada kabar baik secepatnya," kata dia.

Baca Juga: Ini Biang Keladi Selisih Data Vaksinasi COVID-19 Pusat Vs Jawa Tengah

4. Kurang merata dan data stok yang tak sinkron

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirPenyaluran vaksin di Sumatra Selatan (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Pulau Jawa dan Bali menjadi prioritas pemerintah pusat untuk distribusi stok vaksin. Ia menjelaskan hal itu sebagai alasan mengapa stok vaksin di daerah luar Pulau Jawa dan Bali cenderung minim atau timpang.

"Mengingat tujuh provinsi di Jawa-Bali ini tinggi sekali kenaikan kasus positif dan kematiannya, jadi kami akselerasi vaksinasi Covid-19. Jadi kalau ditanya kenapa banyak vaksin di daerah tertentu saja? Karena memang daerah itu yang risiko positif dan kematiannya tinggi," kata Budi, Senin (2/8/2021) lalu.

Tak cuma itu saja. Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo mengungkapkan, banyak daerah di Jateng kehabisan stok vaksin. Padahal data yang dimiliki pemerintah pusat melalui aplikasi Sistem Monitoring Imunisasi dan Logistik Elektronik (SMILE), menunjukkan daerah-daerah yang kehabisan vaksinasi masih memiliki stok cukup banyak. Ternyata, data di aplikasi SMILE tak sinkrong dengan lapangan.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Grobogan. Sang Bupati, Sri Sumarni, terus-menerus meminta tambahan vaksin kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Dari data aplikasi SMILE milik pemerintah pusat, stok vaksin di Grobogan masih banyak sehingga tidak dikirim.

Saat pelaksanaan vaksinasi di Desa Wolo, Grobogan, Selasa (3/8/2021), Ganjar menemukan jika data vaksinasi diinput langsung melalui aplikasi Pcare, baru setelah dimasukkan melalui aplikasi SMILE.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Grobogan, Slamet Widodo menjelaskan, input data ke aplikasi SMILE membutuhkan waktu yang lama. Data baru diinput setelah ada rekapan dari aplikasi Pcare.

Pcare merupakan aplikasi yang digunakan vaksinator untuk menyimpan data setelah orang divaksinasi. Sedangkan pemerintah pusat mengacu data dari aplikasi SMILE yang disebut-sebut membutuhkan waktu lama untuk diisi.

Hal ini juga diamini oleh Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi. Ia menjelaskan, data di beberapa daerah tidak diperbarui sehingga Kemenkes melihat stok masih aman. Ia berujar jika masalah ini telah diperbaiki dan jutaan dosis sudah dan bakal didistribusikan ke daerah.

"Kami sudah mendistribusikan pada pekan ketiga itu 3 juta untuk vaksin dosis kedua dan yang pekan keempat ini ada sekitar 6 juta. Nanti kami akan kirim lagi sekitar 6 juta," kata Siti Nadia, Kamis (5/8/2021).

5. Bagi-bagi handphone dan menyasar difabel

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirWali Kota Surabaya, Eri Cahyadi berbincang dengan anak difavel di sela vaksinasi COVID-19. Dok. Humas Pemkot Surabaya.

Berbagai cara juga dilakukan untuk meningkatkan sasaran vaksinasi. Seperti membuat Sentral Vaksin, atau membagi-bagikan hadiah kepada warga yang mau disuntik virus yang sudah dilemahkan tersebut 

Wali Kota (Wako) Solo, Gibran Rakabuming Raka, meninjau pelaksanaan vaksinasi untuk usia 12 tahun -17 tahun yang digelar di SMA Negeri 3 Solo beberapa waktu lalu. Vaksinasi tersebut diikuti 500 siswa dari sekolah jenjang SD, SMP, dan SMA.

Putra sulung Presiden Jokowi itu membagi-bagikan handphone kepada pelajar peserta vaksinasi. Handphone tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi dan bantuan bagi pelajar. Mereka yang menerima souvenir itu tergolong sebagai siswa kurang mampu.

Secara keseluruhan, jumlah siswa usia 12-17 tahun yang menerima vaksin COVID-19 di daerah tersebut mencapai 75.315 anak. Mereka terdiri dari jenjang SMP, MTs, SMA, SMK dan MA.

Pihaknya berharap dengan adanya vaksinasi siswa usia 12-17 tahun dapat meningkatkan percaya diri, baik guru dan tenaga kependidikan (GTK), siswa maupun orangtua ketika sekolah tatap muka dimulai.

Vaksin juga menyasar difabel di Jateng. Menurut Ganjar Pranowo, animo masyarakat yang ingin mendapatkan vaksinasi sangat terbilang cukup tinggi. Ia mencontohkan difabel yang sudah menerima vaksin Sinopharm.

Pemprov Jabar lebih dulu memulai vaksinasi COVID-19 bagi difabel. Ridwan Kamil alias Emil, Gubernur Jabar mengatakan, penyuntikan dosis vaksin pertama bagi penyandang disabilitas di Jabar mulai dilakukan.

"Kita sudah memulai vaksinasi massal untuk penyandang disabilitas di Jabar. Total penyandang disabilitas di Jabar sendiri sekitar 80 ribu orang," ujarnya di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna, Kota Bandung, Kamis (8/7/2021).

Begitu juga dengan 43 Penyandang Disabilitas Mental (PDM) dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Harapan Jaya. Mereka telah mendapatkan vaksinasi COVID-19 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (7/5/2021).

Vaksinasi COVID-19 bagi difabel memang sesuai arahan Presiden Jokowi agar mereka tidak tertinggal dari jangkauan pemerintah. Selain itu, difabel mempunyai hak yang setara dengan warga negara lainnya, termasuk mendapatkan vaksinasi.

Baca Juga: Bisa Fatal! Kepala Daerah Diminta Setop Pakai Istilah Herd Immunity 

6. Bisakah herd immunity mengatasi pandemik?

Pasang Surut Vaksinasi Menganju Herd Immunity Tanah AirConciergemedical

Selain Jakarta sebagau ibu kota negara, Bali merupakan provinsi dengan realisasi vaksinasi tertinggi karena sebagai fokus pemerintah dalam penanganan pandemik. Pulau Dewata telah memiliki tiga lokasi yang ditetapkan sebagai green zone dan dengan 100 persen sudah vaksinasi, di antaranya Nusa Dua dan Tuban, Sanur, serta Ubud. 

Pencapaian vaksinasi pertama hingga Jumat (6/8/2021) mencapai 103,03 persen, atau sekitar 3.086.828 orang. Sementara vaksinasi kedua sebesar 35,13 persen atau sebanyak 1.052.418 orang. Total vaksin yang terdistribusi sudah mencapai 4.775.660 dosis dengan sisa 1.098.636 dosis.

Kepala Dinkes Provinsi Bali, dokter Ketut Suarjaya menyampaikan, meski sudah menggapai persentase realisasi yang cukup tinggi, namun dirinya tak bisa memastikan kapan herd immunity bisa tercapai.

Menurutnya, Bali masih harus menunggu distribusi tambahan untuk vaksinasi dosis kedua. “Kalau sudah suntikan kedua, 100 persen target,” ungkapnya, Jumat (6/8/202).

Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya sudah memasuki fase herd immunity karena capaian vaksinasi lebih dari 70 persen.

Namun pernyataan Sang Gubernur dibantah oleh Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo. Nyatanya, herd immunity di Indonesia mustahil dicapai. Menurut Windhu, herd immunity bisa dicapai dari beberapa faktor penentu seperti efikasi vaksin, tingkat penularan virus, dan kecepatan cakupan vaksin.

Batas 70 persen yang digunakan merupakan asumsi jika efikasi vaksin sebesar 100 persen. Tapi kebanyakan vaksin yang digunakan di Indonesia memiliki efikasi sekitar 65 persen.

"Dengan demikian, jumlah populasi yang harus divaksin agar tercapai herd immunity semakin banyak. Bukan lagi 70 persen, bisa lebih," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (7/8/2021).

Belum lagi virus yang beredar di masyarakat sudah bermutasi menjadi varian Delta, dengan penularan dua kali lebih cepat dibandingkan pendahulunya. Diperlukan lebih banyak lagi orang yang harus divaksin dengan cepat, sembari berlomba dengan penyebaran virus.

"Varian Delta ini kecepatan penularannya sampai 6,5. Kalau varian originalnya itu cuma 2,5 sampai 3. Jadi 70 persen vaksinasi ini jelas-jelas kurang," tuturnya.

Faktor lainnya yang sangat menentukan adalah kecepatan. Windhu mengingatkan, kekebalan protektif yang diberikan oleh vaksin memiliki jangka waktu tertentu, sekitar 6 bulan sampai 1 tahun. Jika vaksin diberikan dalam waktu lama, maka orang-orang yang sudah tervaksin sebelumnya sudah tidak lagi memiliki kekebalan protektif.

Ia meminta herd immunity tak dijadikan satu-satunya acuan penanganan COVID-19. Jika pemerintah daerah terus menggunakan istilah herd immunity, maka masyarakat akan lengah. Jika vaksinasi sudah mencapai 70 persen, masyarakat bahkan pemda bisa lengah saat menangani COVID-19 karena memercayai kekebalan secara kelompok yang sebenarnya masih kurang.

Apalagi hanya dilakukan tidak menyeluruh, atau capaian vaksinasi terjadi di daerah tertentu. Ia menegaskan, strategi utama dalam penanganan pandemik lainnya dengan memperkuat pelacakan dan pengetesan untuk mendeteksi kasus COVID-19 sebanyak-banyaknya.

Artikel Hyperlocal Kolaborasi ditulis oleh Rangga Erfizal, Feny Maulia Agustin, Anggun Puspitoningrum, Dhana Kencana, Larasati Rey, Faris Ferdianto, Kristina Natalia, Khaerul Anwar, Sri Wibisono, Fatmawati, Indah Permatasari, Azzis Zulkhairil, Ayu Afria Ulita Ermalia, Tama Wiguna, Fitria Madia

Baca Juga: Sumsel Butuh 3 Tahun Mencapai Kekebalan Komunal

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya