Koalisi Masyarakat Sipil Rilis Hasil Investigasi Kasus Afif Maulana
![Koalisi Masyarakat Sipil Rilis Hasil Investigasi Kasus Afif Maulana](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20240702/whatsapp-image-2024-07-02-at-140828-95baf675-13d0daf0d04678fa4b176aa075701afc_600x400.jpg)
Intinya Sih...
- Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan merilis temuan awal hasil investigasi dugaan penganiayaan Afif Maulana hingga berujung tewas.
- 17 anggota Dit Samapta Polda Sumbar terbukti melakukan penyiksaan 18 orang remaja diduga akan melakukan tawuran.
- Kepolisian diduga mengaburkan fakta dan kronologi peristiwa, serta menutup kasus kematian Afif Maulana dengan alasan patah tulang iga dan robek paru-paru.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Padang, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan merilis temuan awal hasil investigasi dugaan penganiayaan Afif Maulana hingga berujung tewas, dan ditemukan mengambang di aliran Sungai Batang Kuranji, Minggu (9/6/2024) pagi.
Koalisi yang terdiri dari beragam lembaga ini mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian dari jajaran Dit Samapta Polda Sumbar, sehingga menyebabkan satu orang korban anak meninggal dunia dan 17 korban lainnya mengalami luka-luka.
Dikutip dari keterangan dokumen temuan hasil investigasi, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mengungkap perkembangan terbarunya, Kamis (27/6/2024), saat Kompolnas melakukan investigasi dan menyatakan bahwa 17 anggota Dit Samapta Polda Sumbar terbukti melakukan penyiksaan 18 orang remaja diduga akan melakukan tawuran.
Bahkan Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, menyampaikan dari hasil pemeriksaan mendalam, pembuktian anggota polisi yang terbukti bersalah bisa diarahkan ke pelanggaran etik bahkan pidana.
Baca Juga: Melihat Jembatan Kuranji, Tempat Afif Maulana Ditemukan Tewas
1. Fakta dan kejanggalan
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan juga menemukan beberapa fakta awal dan kejanggalan terkait kasus ini. Beberapa fakta dan kejanggalan itu, antara lain, inkonsistensi oleh Kapolda Sumbar dalam memberikan keterangan.
Mulanya, Kapolda Sumbar menyangkal bahwa Afif Maulana termasuk ke dalam 18 orang yang telah ditangkap. Baru setelah kasus viral, ia menyebut korban Afif meninggal akibat benturan setelah meloncat dari jembatan dan luka yang ada di tubuh korban merupakan lebam mayat.
Dalam menangani kasus dugaan tindak penyiksaan yang berujung kematian ini, pernyataan Kapolda terkait kematian Afif tidak didukung oleh analisis forensik dan bukti yang meyakinkan, sehingga seringkali mengalami perubahan.
Pernyataan tersebut kemudian diubah ketika pihak keluarga membantah kemungkinan tersebut. Namun pada akhirnya polisi menutup kasus dan menyatakan bahwa korban meninggal akibat dari patah tulang iga usai jatuh ke sungai.
Kepolisian diduga mengaburkan fakta dan kronologi peristiwa. Pada awal kasus ini bermula, kepolisian telah menyatakan bahwa proses pengamanan terhadap anak dan remaja yang akan melakukan tawuran telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan SOP.
Kemudian, terhadap korban Afif, Kapolda Sumbar selalu mengarahkan bahwa kematian korban karena melompat dari jembatan sewaktu proses pengamanan. Padahal tidak ada satu saksi yang menyaksikan bahwa korban Afif melompat. Namun Polda sumbar hanya berfokus kepada keterangan saksi A, yang menyebut bahwa korban sempat mengajaknya untuk melompat.
Selain itu, pasca jenazah korban ditemukan, pihak kepolisian juga tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap anak dan remaja yang ditangkap sewaktu kejadian. Pernyataan dari polisi ini juga kemudian berubah kembali menjadi terpeleset dari jembatan.
Baca Juga: CEK FAKTA: Foto Afif Pegang Pedang Diambil Jauh Sebelum Peristiwa
2. Dokter forensik tidak memberikan berita acara autopsi kepada pihak keluarga
Masih dalam keterangannya, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mengungkap jika dalam proses investigasi yang telah dilakukan. Pihak keluarga kesulitan untuk mengakses riwayat dari korban Afif Maulana. Selain itu, keluarga juga tidak diberikan kejelasan mengenai penyebab kematiannya.
Lalu penyidik perkara tidak membuka laporan hasil autopsi kepada pihak keluarga. Selain dokter yang menutup-nutupi penyebab kematian korban Afif, polisi juga tidak memberikan informasi jelas kepada pihak keluarga terkait penyebab kematian korban.
Tak hanya itu terjadi pengarahan opini publik dengan keterangan selektif dari Dokter Ahli Forensik. Hasil investigasi menemukan bahwa selain menutup-nutupi penyebab kematian, Dokter Ahli Forensik yang ditunjuk oleh pihak polisi juga telah mengesampingkan kemungkinan penyiksaan sebagai penyebab kematian Afif Maulana.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan juga melihat banyak sekali berbagai rincian teknis tentang kedokteran forensik yang tidak relevan, khususnya dengan kasus kematian AM (smoke-screen).
3. Pernyataan intimidasi dan penyiksaan terhadap para saksi
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai bahwa berdasarkan kesaksian yang berhasil didapatkan, seorang saksi telah diizinkan pulang oleh polisi dan mendapatkan ancaman. Dalam kesaksiannya, ia menyebutkan bahwa polisi akan menangkap dan menyiksa kembali mereka yang melaporkan peristiwa ini. Ancaman tersebut terjadi pada saksi-saksi lainnya, sehingga banyak dari saksi dan keluarga yang merasa ketakutan dan tidak aman.
Lalu dalam konferensi pers (23/6/2024), Kapolda Sumbar, Irjen Pol. Suharyono merasa telah diadili oleh media massa (trial by the press) sehingga telah merusak citra kepolisian. Ia mencari orang yang memviralkan informasi terkait korban.
Temuan awal berikutnya, sejak jenazah korban Afif Maulana ditemukan pada tempat kejadian perkara terus ramai didatangi masyarakat, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya upaya-upaya menghilangkan atau menghapuskan alat bukti. Baru kemudian pada beberapa hari setelahnya (28/6/2024), polisi memasangkan garis polisi untuk mengamankan TKP.
4. TKP sudah berubah
Dari hasil investigasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, terungkap bahwa lokasi penemuan jenazah Afif Maulana telah berubah. Mulanya jenazah ditemukan telentang dengan kedalaman cekungan sekitar 30 sentimeter, dan kini menjadi 1,07 meter. Hal tersebut diduga dilakukan oleh pihak Polda Sumbar pada Minggu (30/6/2024), untuk menyesuaikan dan menguatkan teori dan tanda-tanda pada tubuh Afif, sebagaimana keterangan dokter forensik yang menyatakan bahwa korban meninggal akibat jatuh ke sungai.
Lalu, Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono, menyatakan dan menyayangkan bahwa rekaman CCTV di Polsek Kuranji telah terhapus dari sistem penyimpanan. Menurutnya, hal tersebut terjadi akibat dari masa penyimpanan rekaman CCTV hanya 11 hari.
Tak cuma itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mendapatkan informasi bahwa Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono, telah memberikan pernyataan kasus kematian Afif Maulana telah ditutup pada Minggu (30/6/2024).
Pernyataan tersebut diikuti dengan alasan kematian korban, yakni meninggal akibat patahnya tulang iga dan robek paru-paru seusai jatuh dari sungai. Kapolda menyatakan bahwa kasus dapat dibuka kembali bila terdapat bukti-bukti baru (novum).
5. Obstruction of Justice
Berdasarkan fakta dan kejanggalan yang ditemukan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai bahwa pihak kepolisian sedang melakukan upaya Obstruction of Justice. Upaya Obstruction of Justice bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satu melemahkan pembuktian agar tidak terjerat dalam suatu putusan tertentu.
Pola ini menurut Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, sering ditemui dalam kasus pelanggaran HAM berupa penyiksaan. Pihaknya menduga cara ini merupakan suatu perlindungan yang tersistematis dan terencana untuk menciptakan imunitas bagi kepolisian dalam melakukan kejahatan.
Baca Juga: Polisi Klaim Pegang Bukti Afif Bawa Pedang, LBH Padang: Tak Relevan