TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bikin Komunitas IT, Cara Ko Jo Warga Keturunan Tionghoa Majukan Daerah

Baginya, berperilaku dan niat baik modal utama agar diterima

Tak Ada Perbedaan Suku Tionghoa, Indonesia itu Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Dokumen Pribadi)

Sebagian orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia, cukup banyak yang merasa dikucilkan atau dianggap berbeda. Namun tidak bagi Joneten Saputra, pria yang akrab disapa Ko Jo ini merasa diterima di lingkungan sekitarnya.

"Kita adalah Bhinneka Tunggal Ika, buat teman-teman Tionghoa lain jangan takut bersoisalisasi dengan siapa pun. Karena sekarang masyarakat sudah sangat welcome," ujar Ko Jo, salah satu pionir digital di Palembang kepada IDN Times, Kamis (27/1/2022).

Baca Juga: Bripda Kelvin Patahkan Stereotip Keturunan Tionghoa Jadi Pengusaha

1. Tergerak melihat potensi digital di Palembang

Tak Ada Perbedaan Suku Tionghoa, Indonesia itu Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Dokumen Pribadi)

Menurut perintis Ekosistem Digital Builder di Bumi Sriwijaya ini, umumnya keturunan Tionghoa menjadi pebisnis atau pengusaha. Tetapi tak menutup kemungkinan bagian dari mereka memiliki profesi lain. Semua orang katanya berhak mengembangkan peluang dan menggali potensi diri.

Ko Jo menyebut, Indonesia kini sudah modern dan pola pikir saling membedakan antar suku tak lagi eksis, apalagi menjadi penghalang bagi keturunan Tionghoa untuk berkarya. Bahkan di Palembang, jumlah keturunan Tionghoa cukup banyak dan masyarakat asli Palembang juga tak lagi mengenal perbedaan.

"Tionghoa emang identik dengan pengusaha, minimal punya toko. Saya pun pelaku usaha, tapi saya lebih banyak aktif di komunitas digital yang sehari-sehari membuat program kerja," kata Ketua Komunitas Palembang Digital itu.

Ko Jo bercerita, ia menekuni digitalisasi bermula dari hobi. Kemudian ia melihat potensi teknologi dan digital di Sumatra Selatan (Sumsel) yang terbilang rendah, sehingga ia mulai mengembangkan program digital dan membentuk komunitas IT.

"Akhirnya saya bersama teman-teman mencoba membuat komunitas yang visinya memajukan digitalsasi di sumsel ini, karena kepedulian melihat ketertinggalan IT di sini, lumayan kalau dari data index east venture untuk sumsel tertinggal di peringkat ke-21 tahun 2021," jelas dia.

2. Sudah mengenal toleransi dan berkomunikasi bersama warga non Tionghoa sejak SD

Tak Ada Perbedaan Suku Tionghoa, Indonesia itu Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Dokumen Pribadi)

Cara Ko Jo bergaul dan bersosialisasi di lingkungan adalah bersikap baik dan memegang prinsip toleransi. Sebagai pelopor dogital, ia diharuskan berkomunikasi dengan banyak orang untuk membahas program dasar edukasi IT.

"Pembelajaran dasar digital ini dibuat untuk mudah dipahami. Sosialisasi bisa lewat webinar, gathering member, atau kerja sama stakeholder untuk membuat acara tentang digital yang mendorong munculnya ide baru, bertemu banyak orang untuk mendapat ilmu tambahan dari sharing," tambahnya.

Walau Ko Jo fokus mengembangkan digitalisasi, namun ia tetap bergaul dengan sesama. Karena kata dia, mayoritas suku Tionghoa di Indonesia sudah banyak dan rekan-rekan di luar keturunan Tionghoa merespon positif dan membangun hubungan baik.

"Saya gak ada masalah berteman dengan siapa pun dan suku apa pun. Dalam komunitas pun kita terbuka untuk suku mana saja yang bergabung. Dulu sewaktu SD saya sekolah di negeri yang notabene kebanyakan orang non Tionghoa. Dulu saya belajar adaptasi bersama teman-teman dan mereka juga sangat welcome," ungkap dia.

Baca Juga: Tradisi Jelang Imlek: Cuci Patung dan Ritual Antar Dewa ke Langit

Berita Terkini Lainnya