Sulitnya Kelas Menengah Menggapai Pendidikan Tinggi
Mereka dianggap "kaya" tapi kesulitan membiayai pendidikan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Millennial Indonesia berkembang sejak di bawah program wajib belajar 9 tahun, dan mengartikan sebagian besar millennial setidaknya tamat dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Namun menyelesaikan pendidikan sederajat dan memiliki pendidikan yang lebih tinggi lagi, ternyata punya masalah yang sama sekali berbeda karena dipengaruhi oleh kelas sosial, ekonomi, dan gender. Lebih kaya seorang millennial, semakin tinggi kemungkinan pendidikan yang mereka miliki. Laki-laki juga memiliki peluang yang sedikit lebih tinggi untuk mengenyam pendidikan.
Baca Juga: Mas Nadiem, Mending Dana POP untuk Menunjang Belajar Online!
Baca Juga: Wacana Belajar SMK Menjadi 4 Tahun, Disdik Sumsel: Minat Makin Turun
1. Kesenjangan pemuda kota dan perdesaan
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Pemuda 2020 mencatat bahwa pendidikan rata-rata pemuda Indonesia (usia 16-30 tahun) mencapai 10,78 tahun, atau setara dengan seseorang mengenyam pendidikan hingga tahun pertama di Sekolah Menengah Pertama (SMA).
Namun ada kesenjangan antara perkotaan dan pemuda di pedesaan, dengan penduduk perkotaan memiliki pendidikan yang lebih tinggi (11,37 tahun) dibandingkan rekan-rekan mereka di pedesaan (9,97 tahun).
Antara pemuda berbadan sehat dan cacat juga memiliki kesenjangan lebih besar. Pemuda berbadan sehat memiliki kesempatan belajar 10,81 tahun di sekolah, sedangkan pemuda penyandang disabilitas hanya bisa bersekolah selama 7,11 tahun.
Baca Juga: 3 Cara Ini Dianggap Sukses Terapkan Kurikulum Merdeka Belajar