Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang Terlupakan

Tempat yang dulu ramai kini sepi, cari tahu lokasinya yuk!

Palembang, IDN Times - Seseorang yang berlibur tak cuma ingin menghabiskan waktunya dengan bersantai. Wisatawan sering dan ingin mengunjungi objek-objek wisata yang hype untuk menambah unggahan atau koleksi foto di media sosial (medsos).

Keindahan alam Indonesia mendorong minat pelancong, entah itu wisatawan dalam negeri atau mancanegara, berbondong-bondong datang untuk bersantai atau swafoto. Selain itu, objek wisata buatan seperti taman kota, taman bermain, kebun binatang, villa, kafe, dan bangunan megah, dibuat senyaman dan instagramable agar menarik kunjungan.

Namun karena makin banyaknya objek-objek wisata baru yang bermunculan, perlahan-lahan membuat deretan objek wisata yang pernah hits kemudian ditinggalkan. Berbagai alasan muncul seperti pengunjung yang bosan, pengelola kurang berinovasi, hingga era pandemik yang membatasi aktivitas warga di tempat umum.

Seperti apa wajah terkini destinasi wisata yang dulu menghiasi linimasa medsos? Apa penyebabnya sehingga objek tersebut tak lagi muncul di daftar teratas tujuan berwisata? IDN Times mengajak kilas balik destinasi yang sempat hype dan primadona di 12 provinsi.

1. Punti Kayu yang asri dan Danau OPI yang luas

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanWisata Danau OPI Jakabaring, Palembang. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Ratusan pohon pinus mengitari Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu di Palembang. Pengunjung yang datang mendadak langsung merasakan keasrian alam meski berada di tengah kota Palembang.

Hutan kota seluas 50 hektar ini menjadi kawasan penyumbang oksigen terbesar di Palembang. Tak cuma akhir pekan, warga dari kabupaten dan kota di Sumsel datang meski sekadar tamasya atau piknik.

Mereka menggelar tikar untuk menyantap bekal yang sudah disiapkan dari rumah, sembari melihat berbagai hewan dilindungi berjenis mamalia, primata, unggas, dan reptil. Namun dalam beberapa tahun belakangan, kunjungan ke Punti Kayu mulai menurun. Tepatnya saat pengelola Punti Kayu tak lagi memamerkan hewan dilindungi. 

"Kita sudah tidak lagi memelihara hewan yang dilindungi, karena sudah ada surat edaran dari BKSDA tahun 2014. Semua hewan dilindungi sudah ditarik pada 2015. Sekarang masih ada beberapa hewan seperti kuda, biawak, musang, kura-kura brazil, kelinci, domba dan sejumlah unggas unik," ungkap pengelola TWA Punti Kayu, Raden Azka kepada IDN Times, Sabtbu (8/1/2021).

Puncaknya saat pandemik, pengelola mengaku terpaksa menutup tempat mereka hingga beberapa bulan. Agar tak memunculkan klaster baru, pengelola kini membatasi jumlah kunjungan. Meski begitu, jumlah orang yang datang jauh dari kata target.

Pengelola Punti Kayu berencana kembali berinovasi agar jumlah kunjungan meningkat. Jika sebelumnya dibuat rumah kincir, dalam waktu dekat dibuat miniatur Kerajaan Sriwijaya. Pengelola berharap warga Palembang dan sekitarnya tertarik untuk datang.

"Kalau normalnya itu sehari bisa mencapai 100 sampai 150 pengunjung. Itu di hari biasa, kalau akhir pekan dan hari libur bisa 1.000 pengunjung," terang dia.

Sama halnya dengan Wisata Danau OPI di Jakabaring, Palembang. Setiap sore, danau seluas 250 hektar ini dikunjungi muda-mudi atau keluarga yang ingin bersantai. Tempat ini bertambah ramai ketika akhir pekan.

Puluhan pondok yang tersebar mengitari danau, menyuguhkan jagung bakar atau kelapa muda. Beberapa warga sekitar juga menyediakan wahana Banana Boat, perahu mini, dan sepeda air yang berbentuk bebek. Beberapa kali kejuaran Triathlon internasional, Danau OPI sempat dijadikan spot berlomba. Para atlet dari berbagai negara sempat menjajal Danau OPI untuk meraih gelar.

Namun sejak beberapa tahun belakangan, warga sudah meninggalkan Danau OPI sebagai daftar kunjungan. Meski ada satu atau doa orang yang datang, umumnya mereka adalah warga yang tinggal tak jauh dari lokasi.

"Sudah lama sepi, gak tahu kenapa. Sekarang cuma belasan orang, itu pun hanya di Sabtu dan Minggu. Kalau dulu kan bisa ratusan. Seluruh pondok bisa ramai, parkir motor dan mobil bisa sampai ke jalan. Semoga ada perhatian dari pemerintah biar Danau OPI dibuat lebih bagus dan orang tertaring datang lagi," ungkap Minah, seorang pedagang jagung bakar di Danau OPI, Jakabaring. 

Baca Juga: Nasib Punti Kayu dan Danau OPI, Dulu Primadona Sekarang Sepi

2. Ikon pariwisata Indonesia pun sepi kunjungan

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanSuasana lokasi hiburan malam di Kuta Januari 2022. (IDN Times / Ayu Afria)

Bali menjadi wajah pariwisata Indonesia. Ketenarannya pun hingga mancanegara. Jalan Legian Kuta di Kabupaten Badung misalnya, hampir 24 jam tidak pernah tidur. Selain ramai lalu lalang kendaraan, pada siang hari juga penuh deretan ruko di sepanjang jalan yang menjajakan dagangan untuk para wisatawan asing.

Apabila malam tiba, bangunan-bangunan berubah cantik karena kelap-kelip lampu. Jedag-jedug musik Electronic Dance Music (EDM) terdengar hingga sudut-sudut sepanjang jalan itu. 

Begitulah suasana pusat hiburan malam di Kuta dua tahun lalu, sebelum pandemik COVID-19 melanda.Bangunan klub-klub besar tersebut kini sepi dan tak terawat. Ketika kamu menyusurinya pada malam hari, akan semakin terasa bahwa pandemik benar-benar telah mengubah perekonomian masyarakat.

Warga setempat, Kadek Novi (28), yang tinggal di Kelurahan Legian mengatakan, selama bertahun-tahun kehidupannya dipenuhi dengan kebisingan hiburan malam. Sedangkan pada siang hari, penuh keramaian wisatawan yang berbelanja di artshop dan lalu lalang sepanjang Jalan Legian tersebut.

“Semua berubah mendadak menjadi sepi. Bahkan malam hari, pukul 18.00 Wita pun juga sepi. Jalan lowong. Di Monumen Bom Bali yang biasanya ramai dan padat berubah menjadi sepi. Lorong-lorong (Jalan) Poppies juga sunyi. Seperti itu dan sangat berubah drastis,” ungkapnya pada Jumat (7/1/2022).

Seorang pelaku seni, pasangan impersonator Michael Jackson, Damian dan Casia mengungkapkan, lokasi hiburan malam tempat ia bekerja sangat ramai dan dipenuhi dengan wisatawan dari mancanegara. Saat itu ia tidak kesulitan untuk mencari penghasilan. Namun kondisi berubah saat pandemik melanda, jalan-jalan kosong dan sangat sepi.

“Kami mudah mendapatkan penghasilan (saat itu). Saat pandemik, jalan-jalannya kosong. Sangat sepi dan kami kesulitan mendapatkan penghasilan,” ungkapnya.

Pendemik COVID-19 telah melumpuhkan industri pariwisata di Bali, tidak terkecuali di Kabupaten Klungkung. Beberapa objek wisata, terasa mati suri. Destinasi yang paling tampak sepi adalah Kertha Gosa yang berada di jantung Kota Semarapura.

Destinasi yang merupakan peninggalan Kerajaan Klungkung ini, sebelum pandemik selalu ramai dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan asing. Namun saat ini, setiap harinya destinasi ini sepi dan sunyi.

Destinasi wisata di Klungkung sebenarnya telah dibuka sejak bulan Oktober 2021 lalu. Namun kunjungan wisatawan ke destiansi wisata di Kota Semarapura masih sangat sepi. Seperti yang terlihat di Destinasi Kertha Gosa di Kota Semarapura.

"Pasca dibukanya objek wisata, kunjungan ke Kertha Gosa memang belum maksimal. Mengingat biasanya Kertha Gosa itu target pasarnya wisatawan asing. Sementara kunjungan wisatawan asing memang belum maksimal karena masih pandemik," ujar Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, Anak Agung Gede Putra Wedana.

Sebelumnya, Kertha Gosa menjadi lokasi favorit bagi warga untuk melakukan pemotretan prewedding. Dalam sehari, selalu ada saja yang melakukan sesi foto di destinasi tersebut.

Namun saat ini kegiatan itu sudah sangat jarang terlihat. Padahal destinasi dengan bangunan berornamen Bali itu sudah dibuka. Begitu juga yang terjadi dengan Museum Semarajaya yang berada di satu area dengan Kertha Gosa. Museum tersebut sepi, jarang dikunjungi wisatawan. 

Sama halnya dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara, kini mulai ditinggalkan. Sebut saja wisata Pasar Seni Sayang-Sayang di Kota Mataram, destinasi wisata Lembah Hijau di Lombok Timur dan destinasi wisata Senggigi Lombok Barat. Banyak toko, restoran, hotel, club yang menawarkan jasa hiburan hingga kuliner di Pantai Senggigi perlahan tutup. Hal ini bahkan terjadi sejak sebelum pandemik- COVID-19.

Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat Lalu Rifhandani mengatakan selama pandemik COVID-19 merebak di Provinsi NTB, khususnya di Kabupaten Lombok Barat diakui bahwa wisata pantai Senggigi yang dulunya sebagai lokasi Jazz Festival kini perlahan mati suri. Sebelum pandemik, NTB juga diguncang gempa pada 2018 lalu. Sejak saat itu kunjungan wisatawan ke Senggigi sudah berkurang.

Pemilik Artshop Pasar Seni Sayang-Sayang Kota Mataram, Sahidin saat ditemui IDN Times, Jumat (7/1/2022) mengatakan, bencana gempa bumi yang melanda NTB pada 2018 lalu membuat kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sayang-Sayang hampir tidak ada. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit.

Pada saat pandemik COVID-19 melanda dunia, pelaku wisata yang bergerak dalam ekonomi kreatif ini sangat terpukul. Pasar Seni Sayang-Sayang ditutup selama satu tahun dua bulan.

"Sekarang ini ada 11 artshop yang buka dari 24 artshop yang ada. Sisanya tutup karena kurangnya tamu," tutur Sahidin.

Terpisah, Salah satu pengusaha tenun asal Desa Sukarara, Kecamatan Puyung, Kabupaten Lombok Tengah, Suriani (40) mengaku jumlah penjualan selama pandemik COVID-19 menurun drastis. Hal itu disebabkan karena kurangnya jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Sukarara.

"Dulu bisa sampai Rp1 juta hingga Rp4 juta dalam sehari. Sekarang mah boro-boro. Dapat Rp400 ribu saja Alhamdulillah. Karena penjulan kain tenun kan tergantung jumlah tamu yang datang," kata Suriani kepada IDN Times.

Suarni mengatakan, kunjungan tamu selama kurun 2021 kemarin, masih terpusat di Kawasan Ekonomi Khusus Kuta Mandalika. Beruntungnya, banyak pelaku travel agent membuat paket wisata yang mengharuskan tamu untuk dibawa berkunjung ke Desa Sukarara.

“Sejak WSBK kemarin, mulai agak ramailah. Tapi belum normal seperti sebelum pandemi. Kita juga ada kerja sama dengan pihak travel agent untuk membawa tam uke Sukarara,” katanya.

Baca Juga: Dulu Kuta 24 Jam Tak Pernah Tidur, Kini Berubah Drastis

3. Prostitusi merusak citra Pantai Samas dan upaya bangkit di Pulau Karimunjawa

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanPantai Samas di Kabupaten Bantul (IDN Times/Daruwaskita)

Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki sejumlah objek wisata pantai, salah satunya Pantai Samas di Padukuhan Ngepet, Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden.

Pantai ini semakin ditinggalkan wisatawan. Daya tariknya tertinggal jauh dengan sejumlah pantai rintisan yang digarap kelompok sadar wisata (pokdarwis) di kawasan yang sama, seperti Pantai Goa Cemara dan Pantai Baru.

Salah satu tokoh masyarakat di Pantai Samas, Rujito mengatakan, kejayaan Pantai Samas berlangsung di era 1980-an hingga awal 90-an. Kala itu, Jembatan Kretek menuju objek wisata Pantai Parangtritis belum dibangun.

"Kalau kejayaan Pantai Samas ya sekitar tahun 80-an hingga awal tahun 90-an ketika jembatan Kretek belum dibangun. Masih jembatan sesek (jembatan dari bambu)," katanya saat ditemui IDN Times di Pantai Samas, Jumat (7/1/2022).

Kejayaan Pantai Samas juga tidak lepas dari transportasi atau angkutan umum yang cukup banyak. Wisatawan bisa langsung mengakses Pantai Samas dari Kota Yogyakarta dengan kendaraan umum.

"Kalau saat liburan wisatawannya membeludak," ujarnya.

Ramainya wisatawan yang berkunjung, kata pria yang akrab disapa Mbah Duwur ini, turut mendorong tumbuhnya aktivitas prostitusi dan penjualan miras di Pantai Samas pada tahun 90-an. Citra pantai ini pun tercoreng.

"Mulai dari adanya prostitusi dan miras itu, wisatawan yang mau datang ke Pantai Samas berkurang. Karena jika datang ke Pantai Samas dianggap datangi prostitusi," ungkap pria yang pernah meraih penghargaan Kalpataru di era Presiden Megawati Soekarno Putri ini.

Citra yang sudah koyak itu diperparah dengan Jembatan Kretek yang selesai dibangun. Pelan-pelan, wisatawan mulai beralih ke Pantai Parangtritis yang memiliki akses cukup mudah dengan angkutan umum yang banyak.

Masyarakat Pantai Samas yang dahulu bisa menggantungkan hidup dari kunjungan wisatawan akhirnya banting setir menjadi petani atau nelayan. Ketika menjadi nelayan, mereka pun hanya bisa turun melaut sekitar enam bulan. Mereka tidak setiap hari bisa melaut karena kondisi alam yang terkadang kurang bersahabat.

Pulau Karimunjawa yang berada di ujung utara Jawa Tengah juga terdampak pandemik COVID-19. Berdasarkan penuturan Camat Karimunjawa, Eko Udiyanto, sejumlah obyek wisata di Karimunjawa saat ini masih berusaha bangkit setelah dibuka kembali pada September 2021 kemarin. 

"Sejak dibuka lagi bulan September sampai sekarang rata-rata ada 1.000-2.000 orang yang datang ke Karimunjawa per pekannya. Kalau dibanding sebelum pandemik, ya turunnya bisa 80 persen. Soalnya pas 2019 aja minimal ada 10.000 orang yang plesiran ke Karimunjawa," kata Eko ketika berbincang dengan IDN Times, Sabtu (8/1/2022).

Eko mengaku mayoritas pelaku wisata di Karimunjawa saat ini berusaha pelan-pelan bangkit. Namun di awal tahun 2022 upaya promosi wisata Karimunjawa kembali terkendala datangnya musim baratan.

Dengan situasi pariwisata yang tak menentu juga berimbas pada spot-spot foto yang ada di Karimunjawa. Eko menyebut Bukit Cinta dan tracking Mangrove yang dulunya kerap jadi spot foto favorit bagi wisatawan, saat ini cenderung sepi.

"Laut Karimunjawa kan masih jernih, kalau yang snorkling masih banyak. Cuman berhubung kunjungan wisatawan turun, maka pengunjung di spot foto Bukit Cinta dan mangrove ikut menurun juga. Setiap hari cuma ada dua sampai tiga orang aja," terangnya.

Baca Juga: Dulu Tenar, Pantai Samas Kini Cuma Disinggahi Pelancong Nyasar

4. Taman yang berubah menjadi lokasi uji nyali

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanSuasana taman bermain Wonderia di di Jalan Sriwijaya No 29 Kota Semarang saat ini. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Taman bermain Wonderia pernah moncer dan menjadi tempat hiburan bagi warga dalam kota maupun masyarakat luar Kota Semarang. Taman bermain yang berlokasi di Jalan Sriwijaya nomor 29 Kota Semarang itu, menjadi terbengkalai dan tak terurus setelah tutup pada 2007.

Seorang Genuk Karanglo Semarang yang lahir dan besar di wilayah tersebut, Gino Muhdori menceritakan, kawasan Jalan Sriwijaya yang meliputi Genuk hingga Tegalsari merupakan jantung kota.

‘’Kalau Wonderia ini dulu THR Tegalwareng. Selain taman hiburan juga ada kebun binatang yang memiliki kolam besar di dalam serta taman bermain. Saya dulu pernah diajak orang tua ke THR, terus saya juga sering main bola di lapangan di dekat terminal bemo yang dulu berada di samping THR Tegalwareng,’’ tutur pria berusia 60 tahun itu saat ditemui IDN Times, Sabtu (8/1/2022).

Namun, seiring waktu THR tersebut tutup dan kebun binatang pindah ke kawasan Tinjomoyo. Kemudian, sekitar tahun 1970-an tempat tersebut digunakan untuk penyelenggaraan Pekan Raya Promosi Jawa Tengah (PRPP).

Melihat riwayat lokasi berdirinya taman bermain Wonderia yang beroperasi sejak tahun 2004 itu, dahulu sekitar tahun 1955 hingga 1969 juga pernah ada Taman Hiburan Rakyat (THR) Tegalwareng.

Lelaki yang juga bekerja sebagai penjaga taman bermain tersebut mengungkapkan, kalau di tengah area taman bermain Wonderia itu ada beberapa makam. Salah satunya, makam Mbah Genuk Wiro Kusumo. Ia adalah seorang ulama yang dulu menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut.

Saat memasuki area sudah tidak ada wahana bermain, tapi dari tembok-tembok yang berdiri di area seluas 7 hektar masih ada gambar-gambar kartun bekas peninggalan Wonderia.

Sepanjang jalan menuju makam Mbah Genuk tampak sepi dan gelap karena ditumbuhi pohon-pohon besar dan semak belukar. Hingga akhirnya sampai di sebuah bangunan melingkar bercat biru di dalamnya ada empat makam. Nisan dari empat makam di sana tertulis nama Mbah Genuk Wiro Kusumo, Mbah Nyai Genuk, Mbah Wiro Noto, dan Mbah Tanjung.

‘’Beberapa waktu lalu ada orang ke sini, ia bekerja sebagai pencari telur semut angkrang (kroto) dari Demak. Ia mengambil telur-telur itu di pepohonan sini, beberapa minggu kemudian ia balik ke sini dengan kondisi tangannya bengkak,’’ jelasnya.

Katanya, lanjut Gino, sudah diobati di dokter tidak sembuh-sembuh, sampai akhirnya pergi ke orang pintar dan ia disuruh balik ke sini untuk minta maaf. Ia pun meminta maaf di Makam Mbah Genuk dengan membawa syarat. Beberapa hari kemudian, ada kabar ia sembuh.

Menurut Gino, kini Wonderia bukan lagi taman bermain, tapi justru sebagai tempat uji nyali sampai mencari berkah.

‘’Tiap Jumat Kliwon selalu ada orang yang datang ke makam Mbah Genuk, seperti pejabat, pedagang, dan pekerja yang ngalap berkah di sana. Belum lagi anak-anak muda yang uji nyali, bikin konten YouTube, sampai cari jimat di sini,’’ tandasnya.

Taman yang dulu berwarna-warni dan berubah menjadi angker juga terjadi di Maze Market, Jalan MH Thamrin, Cikokol, Kota Tangerang. Sekitar tahun 2016-2019 adalah masa kejayaan wisata Taman Lampion yang menjadi satu-satunya di Banten.

Tahun 2017 merupakan puncak kejayaannya, ketika Maze Market sukses membuat Jalan MH Thamrin lumpuh karena antrean kendaraan pengunjung yang masuk ke kawasan wisata tersebut.

"Wah, dulu mah pernah bikin macet sampai ke Gading Serpong gara-gara parkirannya gak muat, tapi yang datang makin banyak pas Tahun Baru 2017," kata Suroso, salah satu pedagang di sekitar Maze Market.

Bahkan itu, pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang sempat menegur pengelola yang tak bisa mengelola perparkiran dengan baik. Kini Taman Lampion telah tutup dan terbengkalai. Hanya terlihat sisa-sisa lampion yang sudah usang dan lapuk karena hujan dan panas matahari. Sudah tak terlihat gemerlap cahaya warna-warni yang dulunya menjadi primadona untuk berswafoto.

Baca Juga: 2 Tahun Pandemik, Karimunjawa dan Gedongsongo Cuma Andalkan Turis Lokal

5. Taman yang dulu bersejarah pun terlupakan

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanTaman Wisata Bumi Kedaton beralamatkan di Jalan WA Rahman, Nomor 1-2-3, Batu Putu, Telukbetung Utara, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Provinsi Lampung tak cuma memiliki keindahan alam pantai. Provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai juga sempat memiliki objek wisata begitu hype pada masanya. Namun sayang, tempat-tempat tersebut pada akhirnya ditinggalkan pengunjung. Penyebabnya pun beragam, mulai dari kalah dengan perkembangan teknologi dan tren, tergerus atau kurang bisa beradaptasi dengan kemajuan zaman.

Taman Wisata Bumi Kedaton beralamatkan di Jalan WA Rahman, Nomor 1-2-3, Batu Putu, Kecamatan Telukbetung Utara, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, dibangun pertama kali pada 2004 silam, siapa yang tak mengenal objek wisata yang satu ini.

Dahulu, taman wisata ini mampu menyedot perhatian banyak pengunjung hingga dari luar daerah, bahkan Taman Bumi Kedaton tergolong merupakan salah satu opsi utama di Lampung sebagai tempat favorit berlibur menghabiskan waktu bersama keluarga.

Berbagai wahana permainan dan keindahan alam lengkap dengan penangkaran satwa siap memanjakan para pengunjung. Namun kini keadaan telah berubah, sejak 2010 ke atas Taman Bumi Kedaton tak lagi menjadi yang terdepan dalam urusan destinasi wisata keluarga.

Salah satu pekerja enggan disebutkan identitasnya mengatakan, sepinya kunjungan wisatawan ke Taman Bumi Kedaton sudah berlangsung cukup lama, bahkan sejak sebelum pandemik COVID-19 melanda Tanah Air. Banyaknya pesaing destinasi wisata serupa ditenggarai menjadi penyebab.

Saat memasuki taman satwa, tak satu pun wisatawan berada di kawasan itu. Hanya ada sejumlah pekerja yang setia berjaga. Sembilan kandang satwa terlihat kosong, sisanya burung seperti merak, kakatua, ayam kalkun, dan lain-lain.

"Kalau hari biasa kunjungan sudah pasti sepi paling cuma 5 sampai 10 orang, untuk hari-hari libur kemungkinan bisa sampai 50 orang. Apalagi situasi begini (pandemik COVID-19)," ucapnya

Meski menghadapi guncangan situasi pelik tersebut, namun pengagas sekaligus pemilik Taman Bumi Kedaton tak lain merupakan mantan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, tidak pernah memberhentikan para pekerjaannya.

"Mungkin kalau dibilang untung tempat ini gak pernah, tapi saya salut sama beliau gak ada namanya pecat karyawan yang sebagai besar memang orang desa sekitar," sambungnya.

Sekitar Masjid Raya Medan dan Istana Maimun, juga terdapat taman kota dengan sebuah kolam. Tempat itu pernah jadi tempat wisata yang hits, terutama era 90 sampai 2000-an. Tempat ini dikenal dengan nama Taman Sri Deli. 

Namun kini Taman Sri Deli seakan terlupakan. Selain itu terlihat kurang pengelolaan atau perawatan. Terbukti dengan banyaknya sampah di bibir kolam dan toilet umum yang tak berfungsi. Fasilitas tempat duduk pengunjung juga dijadikan meja oleh pedagang sekitarnya, dan pendopo ditempati oleh pengemis jalanan.

"Foto zaman dulu itu Taman Kolam, ada bunga-bunga teratai di dalam kolam itu. Selain itu ada angsa. Serta ada pergola (kayu-kayu) yang dibuat sepanjang jalan itu untuk tempat orang mau santai duduk-duduk," ungkap Tengku Muhammad Dicky, Kepala Bidang IT dan Promosi Yayasan Sultan Ma'moen Al Rasyid.

Taman ini digagas seorang Sultan Deli bernama Amaludin Sani Perkasa Alamsyah yang merupakan Sultan Deli ke-10 sekitar tahun 1920-an. Taman ini dibangun arsitek berkebangsaan Italia dengan menerapkan perpaduan arsitektur Turki, India dan Mesir.

Taman Sri Deli ini diketahui memiliki luas sekitar 14.884 m2, dengan sejumlah pohon yang menyejukkan suasana membuat keasrian taman. Tampak juga, disediakan beberapa fasilitas permainan anak salah satunya perosotan.

Dicky yang merupakan seorang pengelola Istana Maimun menilai Taman Sri Deli saat ini kurang perhatian atau perawatan dan pengelolaan untuk menjaga sejarahny. Ia berharap Taman Sri Deli dapat diberdayakan dan kearifan sejarahnya tetap dilestarikan.

"Kalau dari kita harapannya bagaimana supaya benang merah sejarah kolam Sri Deli itu tetap lestari atau tidak hilang. Karena kolam Sri Deli itu satu kesatuan dengan istana Maimun dan Masjid raya," tambahnya.

Kawasan bersejarah lain juga mengalami hal sama. Menurut Musliman, Koordinator Wilayah Candi Gedongsongo di Kabupaten Semarang, jumlah wisatawan turun sampai 30-40 persen akibat pandemik selama dua tahun.

"Banyak pesaing yang mendirikan obyek wisata taman bunga dan masih ada aturan PPKM, akibatnya pengunjung kita merosot. Kebanyakan yang datang dari turis-turis lokal. Yang turis asing belum ada sama sekali," keluhnya.

Musliman berkata, jumlah wisatawan yang masuk ke Candi Gedongsongo sebanyak 3.000 orang. Jumlah itu diakuinya belum maksimal. Setiap hari, ia mencatat ada 500 orang yang liburan ke Gedongsongo. Kebanyakan rombongan turisnya dari Kalimantan, Medan dan Jakarta.

"Kalau pas hujan bisa drop banyak. Memang gak seramai tahun 2019. Kita tetap berusaha merawat lima kelompok candi yang ada di Gedongsongo agar tetap menarik perhatian pengunjung," tandasnya.

Baca Juga: Sejarah Taman Sri Deli yang Kini Sepi, Dulu Tempat Nongkrong Sultan

6. Sempat hype namun kini dijual

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanSebuah gedung yang sempat dijadikan tempat wisata selfie tutup dan asetnya jadi milik perbankan. IDN Times/Debbie Sutrisno

Kota Bandung identik dengan warganya yang kreatif. Beragam tempat wisata hadir menjejali setiap sudut perkotaan Bandung maupun yang berada di sekitar Kabupaten Bandung.

Sebelum pandemik COVID-19, salah satu wisata yang digandrungi wisatawan adalah tempat berswafoto di dalam ruangan. Desain yang unik, menarik, dan berwarna-warni, mampu memikat masyarakat bertandang dan berswafoto di sana.

Beberapa tempat wisata yang bermunculan seperti Upsidedown Bandung, This Is Me, Rabbit Town, dan Centrum Million Balls, mempunyai keunikan berbeda yang bisa menarik wisatawan bermain dan berswafoto.

Ketika IDN Times bertandang ke Upsidedown Bandung di Jalan H Wasid, bangunan ini sudah terbengkalai. Tidak ada penanda sama sekali bawah tempat tersebut sebagai tujuan wisatawan. Parkiran bangunan hanya ada tiga mobil milik warga sekitar. Pintu masuk bangunan pun digembok. Jika dilihat dari luar, bangunan sudah kosong melompong.

"Sudah lama ini tutup. Malah sekarang gedungnya mau dijual kalau ada yang berminat," ujar seorang tukang parkir yang enggan disebut namanya, Jumat (7/1/2021).

Kondisi serupa terjadi di This Is Me tempat berswafoto di Jalan Cihampelas. Bangunan di sini lebih besar. Bahkan plang tulisan wisata selfie masih terpapang di depan bangunan. Sayang, tempat tersebut tutup dan ada cap bahwa bangunan dan tanah sudah menjadi milik sebuah perbankan nasional.

Dalam akun Instagram Thisisme.bdg unggahan terkait mengenai aktivitas tempat wisata dilakukan pada Maret 2020. Sementara unggahan lanjutannya lebih pada penerapan protokol kesehatan di tempat wisata rekanan This Is Me.

Pantai Manggar Segarasari yang terletak di ujung timur Kota Balikpapan, memang terkenal dengan wisata pantainya. Tapi beberapa tahun silam tepatnya tahun 2017, ada satu tempat yang sempat viral karena unik. Yakni Kampung Warna-warni, Teluk Seribu, Manggar. 

Rumah-rumah warga yang berdiri di bagian hulu sungai Manggar dicat dan dilukis semenarik mungkin. Deretan mural yang ada di sana juga merupakan hasil polesan tangan pemuda-pemudi di Kota Minyak. 

Saat ini kondisi cat-cat di Teluk Seribu sudah mulai memudar, daya tariknya juga menghilang. Hingga akhirnya pengunjung yang sempat membeludak pun merosot drastis.

Alfiansah (28) seorang warga di sana menyebutkan, cat yang menghiasi perkampungan sudah pudar, tak terurus, dan belum ada perhatian lagi dari pemerintah. Sebagai warga yang lahir di sana, dirinya mengisahkan jika kawasan itu bernama asli Desa Trans. 

"Sebelum akhirnya berubah menjadi Kampung Warna-warni dulu namanya Desa Trans," kata dia, Jumat (9/1/2022

Menurutnya, Kampung Warna-warni belum siap menjadi kawasan wisata. Sebelum dibuka, perlu pembenahan tempat agar lebih bersih dan asri. Mengingat Manggar adalah kawasan pesisir, sampah-sampah dari laut yang terdampar pun menumpuk dan membuat kotor.

"Ini yang perlu menjadi perhatian bersama. Mau dijadikan tempat wisata tetapi kawasannya masih kumuh," tutur dia.

Sebenarnya pada tahun 2020, mural-mural yang ada di Kampung Warna-warni akan diperbarui. Namun karena pandemik, akhirnya rencana itu pupus dan berakhir dengan vakum. 

Wisata Besur Agro Edukasi (WBAE) di Desa Besur, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, kini sepi dari pengunjung. Dalam sehari, kurang dari 10 orang saja yang datang ke wisata alam tersebut. Padahal sebelumnya wisata yang menerapkan konsep pertanian itu pernah dikunjungi Sandiaga Uno ketika menjadi calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Sutiah, seorang warga setempat mengatakan, sepinya pengunjung sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir ini. Penyebabnya banyak tanaman yang menjadi ikon wisata alam tersebut mati akibat dimakan tikus.

"Ya jarang yang datang mas, sekarang sepi gak seperti awal-awal wisata ini dibuka dulu pengunjungnya banyak," kata Sutiah, Rabu (29/12/2021).

Sutiah menjelaskan, pengunjung yang datang biasanya mencapai ratusan bahkan ribuan orang. Pengunjung yang datang pun tak hanya berasal dari Lamongan saja, tapi dari daerah lain.

"Kalau dulu ya banyak, ada dari Gresik, Bojonegoro, Tuban dan juga Jombang. Tapi kalau sekarang ya paling warga sekitar sini-sini saja yang datang," terangnya.

Baca Juga: Sempat Ramai Setelah Dikunjungi Sandiaga, Wisata di Lamongan Ini Sepi

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanWisata Besur Agro Edukasi yang berada di Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan kini sepi pengunjung. IDN Times/Imron

Baca Juga: Sempat Terlupakan, Kampung Warna-warni Berusaha Kembali Bangkit

8. Pengelola wajib berinovasi demi menghadirkan hal berbeda

Sempat Hype dan Primadona, Destinasi Wisata Ini Sekarang TerlupakanInstagram.com/elaineruimin

Pengamat Pariwisata dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Galih Kusumah mengatakan, perkembangan medsos menarik masyarakat untuk tampil semenawan mungkin. Atraksi wisata yang Instagramable kemudian bermunculan. Namun, yang jadi permasalahan adalah produk seperti ini relatif mudah ditiru.

"Misalnya toko A membuat tempat dengan lima spot foto. Tak lama bisa saja toko B itu buat lebih banyak. Alhasil bisa langsung pindah dong masyarakat ketertarikannya," ujar Galih ketika dihubungi.

Untuk membuat wisata yang Instagramable tapi bertahan dalam jangka waktu lama, tetap harus memerhatikan kualitas lain yang dijual. Pengalaman wisatawan harus dikuatkan saat mereka berkunjung ke tempat seperti ini.

Bagi Ketua Prodi Magister Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini, semua hal itu bisa dilakukan dengan menjual barang lain yang tidak ditemui di tempat lain. Atau memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan yang datang.

Pengelola tempat wisata diminta memastikan setiap orang yang datang bisa merasakan protokol kesehatan dengan optimal. Menurutnya, masyarakat sudah lebih sadar akan kesehatan ketika datang ke suatu tempat yang ada orang banyak.

"Jadi selain unik, harus mengikuti perkembangan zaman. Kualitas pun wajib ditingkatkan agar pengalaman yang mereka dapat bisa membawanya kembali ke tempat tersebut," terangnya.

Baca Juga: Dulu Ramai, Ini Nasib Wisata Selfie di Kota Bandung 

Liputan kolaborasi ditulis oleh Feny Maulia Agustin (Sumsel), Debbie Sutrisno (Jabar), Imron (Jatim), Daruwaskita (Jogja), Ahmad Viqi dan Muhammad Nasir (NTB), Riani Rahayu (Kaltim), Ayu Afria Ulita Ermalia dan Wayan Antara (Bali), Indah Permatasari (Sumut), Anggun Puspitoningrum dan Fariz Fardianto (Jateng), Tama Wiguna (Lampung), serta Maya Aulia Aprilianti (Banten).

Baca Juga: Dulu Ramai, Wisata Primadona di Lombok ini Mulai Kehilangan Pengunjung

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya