Pengusaha Sawit & Karet Palembang Keberatan 5 Jam Operasional PSBB

Dinas Perkebunan ajukan kelonggaran untuk dua komoditas

Palembang, IDN Times - Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) Palembang dan Prabumulih mulai disosialisasikan mulai hari ini, Rabu (20/5). Selama 14 hari masa inkubasi mengatur jam operasional beberapa sektor industri, termasuk sawit dan karet, yang hanya dibolehkan buka selama lima jam.

Pengaturan PSBB dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 14 tahun 2020, membuat pengusaha karet maupun sawit di Palembang keberatan pengurangan jam operasional. Mennurut mereka pabrik akan sulit bertahan di masa pandemik.

"Mereka mengeluh soal pemberlakuan PSBB, kami sudah sampaikan ke pemerintah kota agar jam operasionalnya khusus pabrik karet dan sawit bisa diperpanjang," ungkap Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) dari Dinas Perkebunan Sumatera Selatan (Disbun Sumsel), Rudi Arpian.

Baca Juga: Pertanian & Perkebunan Terdampak Corona, Apindo Sumsel Minta Insentif

1. Pabrik efektif bekerja 7-8 jam

Pengusaha Sawit & Karet Palembang Keberatan 5 Jam Operasional PSBBIlustrasi Petani Sawit (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Menurut Rudi, sejauh ini pabrik sawit yang berada di Kota Palembang efektif melakukan pengelolaan hasil perkebunan selama 7 hingga 8 jam per hari. Jam operasional itu sesuai dengan alur proses produksi komoditas perkebunan.

"Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) petani membutuhkan waktu panjang. Jika hanya dibatasi 5 jam, tentunya tidak bisa mengakomodir buah sawit yang akan masuk ke pabrik. Alhasil buah sawit akan berkurang kualitasnya sehingga akan merugikan petani," ungkap dia. 

2. Pengurangan jam operasional berdampak pada petani

Pengusaha Sawit & Karet Palembang Keberatan 5 Jam Operasional PSBBPetani karet Sumsel (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sedangkan untuk pabrik crumb rubber (olahan karet), keluhan juga banyak datang dari petani mengenai jam operasional pabrik jelang pelaksanaan PSBB.

"Banyak petani tidak mendapatkan hasil penjualan bokar. Makanya kami menyarankan ada pengecualian untuk operasional pabrik karet," jelas dia.

3. Industri sawit dan karet terganjal ekspor

Pengusaha Sawit & Karet Palembang Keberatan 5 Jam Operasional PSBBJulhadi Siregar Ketua Gapoktan Sawit Maju Bersama Kecamatan Muara Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Kedua industri ini sangat bergantung pada ekspor. Hanya saja di beberapa negara terpaksa melakukan pembatasan sehingga banyak pengusaha yang mengalami kerugian. Para pengusaha menurut Rudi tengah melakukan perubahan strategi agar dapat bertahan pada masa Pandemik.

"Tidak ada cara lain untuk bertahan selain melakukan efisiensi dan pemotongan ongkos produksi menjadi skala prioritas," jelas dia.

TBS mengalami titik terendah di sepanjang 2020 dengan kisaran harga Rp1.285,97 per kilogram. Sedangkan harga tertinggi 2020 terjadi pada penetapan harga di 17 Januari lalu sebesar Rp2.022,29 per kilogram.

Menurut Rudi, produksi minyak sawit selama pandemik COVID-19 secara nasional mengalami penurunan hingga -0,9 persen. Hal ini dikarenakan adanya penurunan konsumsi dalam negeri sebesar 3,2 persen.

"Volume ekspor pun anjlok hingga 16,5 persen akibat lockdown di negara tujuan," ucapnya.

Harga karet hari ini sedikit mengalami kenaikan dibanding harga indikasi per Selasa kemarin sebesar Rp106, sehingga harga kisaran karet kering (K3) 100 persen di harga Rp12.653.

"Kondisi memang serba sulit. Namun, diharapkan berbagai kebijakan yang dibuat dapat mendukung keberlangsungan industri," tandas dia.

Baca Juga: Sektor Perkebunan di Sumsel Bertahan di Masa Corona, Ini Alasannya

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya