Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak Pekerja

UU Cipta Kerja sebagai langkah instan dan siasat pemerintah 

Palembang, IDN Times - Siasat pemerintah pusat bersama DPR RI mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2023, menjadi sorotan dari sejumlah gerakan buruh dan akademisi di Sumatra Selatan (Sumsel).

Mereka mempertanyakan urgensi pembuatan Perppu tersebut di tengah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memastikan UU tersebut inkonstitusional. Dalam kata lain, UU Cipta Kerja sudah cacat secara hukum dan perlu dilakukan perbaikan.

"UU Cipta Kerja ini mengerdilkan kita sebagai buruh, banyak pasal-pasal yang tidak mengakomodir kepentingan buruh," ungkap seorang buruh logistik, Kurniawan kepada IDN Times di Palembang, Sabtu (29/4/2024).

Baca Juga: UU Cipta Kerja Inkonstitusional, UMP Sumsel Akan Dikaji Ulang

1. Pemerintah legalkan perbudakan modern

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaAksi unjuk rasa KSPI menolak pembahasan Omnibus Law RUU CIptaker di depan Gedung DPR, Senin (3/8/2020) (Dok. IDN Times/KSPI)

Sejak awal, UU Ciptaker dinilai syarat kepentingan dari pengusaha sehingga dibuat secara terburu-buru dan tanpa mengambil masukan dari buruh selaku objek yang turut menjalankan UU. Kurniawan menyebutkan, tidak ada bedanya produk hukum tersebut sebagai jalan melegalisasi perbudakan di Zaman modern.

"Hak pekerja dikerdilkan, seolah-olah yang harus sejahtera dan mendapat jaminan hidup hanya pengusaha. Pengusaha mengendalikan penuh soal ketenagakerjaan," jelas dia.

Baca Juga: Mahasiswa Palembang Tuntut Pembebasan 4 Rekan yang Ditangkap Saat Demo

2. UU Cipta Kerja dianggap melemahkan hak buruh

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaIlustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Hal senada disampaikan Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumsel, Abdullah Anang. Ia menyayangkan pengesahan Perppu menjadi UU. Menurutnya, pemerintah hanya diminta merevisi UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah secara formil, bukan mengeluarkan produk hukum baru seperti Perppu.

"Sampai sekarang kita menolak Perppu itu, apa lagi UU-nya. Saat ini sudah kita gugat ke MK dan sedang berjalan. Dari Perppu itu sudah jelas, UU Cipta Kerja nomor 11 sudah cacat, MK yang mengatakan begitu," jelas dia.

SPSI mencatat beberapa pasal dalam Perppu yang membuat hak pekerja terdegradasi, seperti Pasal 88D tentang formula kenaikan upah. Menurutnya, pasal tersebut tidak jelas dan menghilangkan peran Dewan Pengupahan dalam menentukan upah layak buruh.

"Dulu kita jelas ada Dewan Pengupahan, di mana setiap akhir tahun kita melakukan survei untuk menentukan upah layak buruh dengan ke pasar melihat harga kebutuhan pokok, kondisi inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Sekarang menggunakan sistem ambang batas, bawah dan atas. Artinya intervensi pemerintah di sini tidak memadai," jelas dia.

3. Beberapa pasal yang jadi sorotan buruh

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaSejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4/2021). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Pasal selanjutnya tentang pekerja alih daya atau outsourcing yang diatur dalam Pasal 64 sampai Pasal 66 dinilai tidak jelas. Ia menganggap penggunaan tenaga alih daya akan menjadi ketentuan umum pemberian kerja di Indonesia dalam segala jenis pekerjaan.

Padahal status pekerja alih daya sudah berjalan baik melalui UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur pekerja alih daya hanya berlaku untuk lima jenis pekerjaan seperti sopir, petugas kebersihan, sekuriti, katering, dan jasa migas pertambangan.

"Jelas yang diuntungkan hanya pengusaha. Inilah yang sangat kita sayangkan. Jadi pekerja rawan dipecat asal kemauan pengusaha saja," jelas dia.

Selanjutnya pada Pasal 79 dan Pasal 84 soal pemberian cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan. Dalam pasal baru tersebut, perusahaan hanya memberikan beberapa jenis cuti seperti tahunan, cuti istirahat antar jam kerja, dan libur mingguan.

"Faktanya kita tidak pernah diajak membahas UU ini. Mereka (pemerintah-pengusaha) jalan sendiri-sendiri," jelas dia.

4. Pemerintah melanggar putusan MK

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaIDN Times/Muhamad Iqbal

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Dedeng Zawawi, tidak menampik ada upaya terburu-buru dari pemerintah menyikapi penolakan MK atas UU Cipta Kerja yang dianggap inkonstitusional. Menurutnya, polemik yang terjadi dipicu oleh sikap pemerintah yang menabrak segala bentuk aturan.

"Putusan MK ini meminta pemerintah memperbaiki UU sebelumnya yang dianggap cacat formil dalam waktu dua tahun. MK meminta untuk direvisi, tetapi pemerintah justru mengeluarkan Perppu," jelas Dedeng.

Ia menyebut tindakan pemerintah dengan mengeluarkan Perppu memunculkan dua tafsir. Pertama, pemerintah menyalahi aturan formil pembuatan UU. Kedua, pemerintah menganggap langkahnya benar.

"Tinggal selanjutnya peran MK sangat dibutuhkan untuk menilai benar atau tidaknya langkah pemerintah. Harapan kita agar MK objektif dan independen atau tidak memihak salah satu," jelas dia.

5. Perppu sebagai cara instan pemerintah mengakali putusan MK

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaMenko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menkumham Yasonna Laoly (tengah) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menghadiri pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Pembuatan Perppu dan pengesahan UU Cipta Kerja sangat terbuka untuk dikritik lewat gugatan ke MK. Menurut Dedeng, apa yang dilakukan pemerintah sebenarnya menjadi contoh kurang layak, karena MK secara jelas meminta UU tersebut diperbaiki selama 2 tahun, tetapi pemerintah menempuh jalur instan lewat Perppu.

"Tapi balik lagi, Perppu itu kewenangan Presiden dengan tafsir kondisi mendesak. Masyarakat yang dapat menilai kemendesakan tersebut. UU Cipta Kerja ini terbuka untuk dilakukan Judicial Review," jelas dia.

6. Apindo yakin langkah pemerintah sudah benar

Buruh Sumsel Tolak UU Cipta Kerja; Dianggap Mengerdilkan Hak PekerjaKetua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sumarjono Saragih (IDN Times/Dokumen)

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih menilai, produk hukum UU Cipta Kerja merupakan langkah pemerintah untuk memajukan ekonomi Indonesia. Dari aturan tersebut diharapkan keran investasi bisa membuka banyak lapangan pekerjaan.

"Secara keseluruhan soal UU Cipta Kerja bisa kita terima.Apindo mendukung sepenuhnya. Tentu dengan beragam pro dan kontra, pemerintah pasti ingin memberantas kemiskinan dan menekan angka pengangguran," jelas dia.

Sumarjono menambahkan, UU Cipta Kerja sebagai payung hukum pemerintah untuk menjamin investor masuk ke Indonesia. Tidak lain, investasi ini untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat.

"Oleh karena itu, Indonesia pastinya tidak mau ketinggalan. Dengan adanya UU Cipta Kerja, maka dunia usaha ada kepastian," jelas dia.

Dirinya tidak menampik banyak pertentangan atas pengesahan UU Cipta Kerja. Ia pun meminta para pengusaha selalu berbisnis dengan aturan UU yang berlaku, sehingga hak dan kewajiban buruh dapat terpenuhi. Pengusaha diklaim akan tunduk pada UU yang ada.

"Ini kan negara demokrasi dan siapa pun boleh menyampaikan pendapat. Aspirasi dari serikat buruh kita hargai dan lakukanlah dengan proses sesuai regulasi," tutup dia.

Baca Juga: Curhat ke DPD RI, Pemprov Sumsel Keluhkan UU Cipta Kerja

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya