Begini Aturan Pajak Pemilik Aset Digital NFT Hingga Kripto 

Sumsel juga miliki potensi pajak tahunan dari pasar digital

Palembang, IDN Times - Aset digital seperti Non Fungible Token (NFT) hingga koin kripto dalam beberapa tahun terakhir, marak digunakan sebagai platform transaksi di dunia maya. Beberapa aset digital dilirik menjadi instrumen investasi masyarakat, terlebih baru-baru ini banyak anak muda yang berbondong-bondong terjun ke investasi berbasis digital.

Kepala Bidang P2 Humas Kanwil Dirjen Pajak Sumsel Babel, Riza Fahlevi menuturkan, pemilik aset digital akan tetap dikenakan kewajiban membayar pajak jika aset tersebut dikonversikan menjadi Rupiah.

"Kalau aset yang dimiliki baik NFT dan cryptocurrency telah dikonversikan ke rupiah dan menjadi penghasilan, maka akan masuk dalam pajak penghasilan. Penambahan penghasilan ini yang wajib dibayarkan," ungkap Riza Fahlevi kepada IDN Times, Rabu (19/1/2022).

1. Masyarakat diberi kemudahan untuk melapor SPT mandiri

Begini Aturan Pajak Pemilik Aset Digital NFT Hingga Kripto smart-money.co

Riza menjelaskan, aturan wajib pajak di Indonesia memiliki kebijakan Self Assessment System. Setiap Wajib Pajak (WP) wajib melaporkan asetnya setiap tahun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) secara mandiri. Mereka yang telah mengonversikan hasil aset digital, berkewajiban melaporkan penghasilannya.

"Jika asetnya masih di dalam marketplace OpenSea atau berbentuk Ethereum, masih bersifat mengawang-ngawang. Kantor pajak bisa menarik pajaknya jika penghasilan yang diperoleh real karena SPT tahunan kita meng-cover nilai Rupiah. Secara resmi, pemerintah belum memiliki penilaian terhadap ethereum," jelas dia.

Baca Juga: Siap-siap, BBM untuk Industri di Sumsel Dipungut Pajak Tahun Depan

2. NFT dan Kripto masuk dalam penghasilan

Begini Aturan Pajak Pemilik Aset Digital NFT Hingga Kripto ilustrasi NFT (news.bitcoin.com)

Wajib Pajak yang melaporkan SPT tahunan akan diperiksa penghasilannya oleh tim kantor pajak. Pemerintah Indonesia mengacu pada Undang-Undang (UU) yang berlaku atau UU Pajak Penghasilan (PPh), di mana setiap aset atau harta yang menambah kemampuan ekonomis akan dikenakan pajak.

Dalam pasal 4 ayat 1 UU PPh di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), uang Kripto dan NFT dapat dimasukan dalam pajak penghasilan. Pasal itu menyebutkan unsur objek pajak berupa penghasilan.

"Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun," jelas dia.

Baca Juga: Angkutan Batu Bara di Sungai Musi Dipungut Pajak Tahun Depan

3. Kantor pajak bisa memeriksa penghasilan dari dalam dan luar negeri

Begini Aturan Pajak Pemilik Aset Digital NFT Hingga Kripto Ilustrasi Mata Uang Kripto/Cryptocurrency. (IDN Times/Aditya Pratama)

Riza juga membeberkan, pajak penghasilan individu yang mendapatkan penghasilan baik di dalam negeri maupun luar negeri, akan dilacak melalui Automatic Exchange Information dan aturan PP 31 tahun 2022. Dalam PP tersebut, penghasilan dari aset digital juga diperiksa.

"Dari sana, tim pajak bisa memeriksa SPT yang dilaporkan, termasuk ke kantor-kantor perusahaan bukan hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri. Tinggal kantor pajak akan mengonfirmasi pajak yang dilaporkan oleh setiap individu," jelas dia.

4. Sumsel termasuk pasar besar untuk NFT dan Kripto

Begini Aturan Pajak Pemilik Aset Digital NFT Hingga Kripto https://investor.id/finance/bityard-jadi-pilihan-utama-perdagangan-cryptocurrency

Untuk di Sumsel, Riza menilai pasar NFT dan Kripto memiliki potensi besar untuk ditarik pajak. Hanya saja, pihaknya tidak akan mengecek satu per satu pengguna tiap platform digital. WP diharapkan taat pajak ketika mengetahui dirinya memiliki penghasilan dari platform digital.

Suatu waktu, kantor pajak bisa saja melakukan jemput bola terhadap WP. Jika didapatkan lalai membayar pajak, maka kantor pajak berhak menarik pajak selama lima tahun ke belakang dari individu yang lalai tersebut.

"Jadi, kembali kepada kejujuran WP. Orang pajak bisa menjemput bola kepada WP, sifatnya klarifikasi," tutur dia.

Adapun dalam aturan PPh diatur pajak penghasilan dikurangi penghasilan tidak kena pajak. Berikut tarif pajak untuk penghasil WP.

1. Penghasilan kena pajak sampai Rp60 juta dikenakan tarif 5 persen
2. Penghasilan Rp60 juta – Rp250 juta tarif 15 persen
3. Penghasilan Rp250 juta – Rp500 juta tarif 25 persen
4. Penghasilan Rp500 juta – Rp5 miliar tarif 30 persen
5. Penghasilan di atas Rp5 miliar dengan tarif 35 persen.

Baca Juga: Program Pemutihan Picu Realisasi Pajak Kendaraan Sumsel Naik

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya