Wong Sumsel Nilai Ujian Nasional Tak Hargai Masa Belajar Tiga Tahun 

Tanpa UN dunia pendidikan terbebas dari kebohongan

Palembang, IDN Times - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Makarim yang mehapusan Ujian Nasional (UN) di Indonesia mulai pada 2021 mendapat tanggapan beragam dari pelajar dan mahasiswa di Sumsel.

Namun lebih banyak dan sepakat kalau keputusan tersebut langsung diterapkan. Lantas, apa komentar para siswa dan mereka yang sudah melewati fase UN yang selalu menjadi momok tersendiri? 

1. UN menjadi alasan siswa malas belajar dan tidak mengasah skill

Wong Sumsel Nilai Ujian Nasional Tak Hargai Masa Belajar Tiga Tahun kemdikbud.go.id

Siswa SMA Negeri 6 Palembang, Gallang Abdi Persada mengungkapkan, sangat setuju dengan kebijakan penghapusan UN. Selain setiap keputusan yang dikeluarkan pasti melalui proses yang matang, penghapusan UN juga tidak lagi menimbulkan kecemasan bagi para siswa.

"UN dianggap momok yang menakutkan dan tidak disukai. Karena siswa belum mampu menguasai seluruh materi yang disampaikan guru di kelas. Sebagai siswa, kami tidak berhak menyalahkan guru akibat materi yang diberikan tidak bisa diserap 100 persen," ungkap siswa kelas 11 ini.

Terkadang, ungkap Gallang, ada sebagian siswa yang justru merasa terpaksa harus belajar, karena patokan kemampuan berdasarkan dari nilai UN. "Keterpaksaan dalam menerima pelajaran biasanya menghasilkan sesuatu hal yang buruk," ungkap dia.

Gallang melanjutkan, padahal skill yang dimiliki setiap siswa itu berbeda dan tidak bisa disamaratakan. "Mereka punya kelebihan yang harus diasah sesuai kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Pemaksaan atau menjejalkan beragam ilmu yang tak dikuasainya akan menyebabkan siswa malas belajar, dan guru jadi ikut kalang kabut," ujar dia.

2. Pilihan belajar dengan situasi nyaman dan santai bisa jadi motivasi para siswa seperti di Finlandia

Wong Sumsel Nilai Ujian Nasional Tak Hargai Masa Belajar Tiga Tahun kemdikbud.go.id

Menurut siswa yang tergabung dalam ekstrakulikuler sains ini, tanpa UN sebenarnya pelajar masih bisa memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa. Asalkan mereka menikmati suasana belajar dalam situasi nyaman dan santai, sehingga motivasi-motivasi positif bisa dilahirkan.

"Kualitas pendidikan paling baik ada di Finlandia. Disana tidak memberlakukan UN, bahkan mereka belajar dengan sistem yang santai dan hal tersebut disukai oleh pelajar. Sistem ini membuktikan, mereka menempati posisi pertama," ujar dia.

Makanya, sebaiknya Indonesia turut menerapkan sistem belajar dengan situasi tersebut. "Karena meningkatkan kemampuan siswa sesuai bakat dan minat, bisa mencetak generasi muda yang kompeten dengan kualitas kerja yang baik sesuai bidang masing masing," kata dia.

3. Ujian Nasional salah satu kebohongan pendidikan yang terjadi di Indonesia

Wong Sumsel Nilai Ujian Nasional Tak Hargai Masa Belajar Tiga Tahun (Ilustrasi siswa ikuti ujian nasional) IDN Times/Aan Pranata

Terpisah, RM, mantan siswi SMA swasta di Palembang, mengungkapkan, UN sebagai standar kemampuan pelajar di Indonesia justru menimbulkan sistem pendidikan di Indonesia dengan penuh kebohongan.

"Ya bagus kalau UN memang tidak ada lagi. Sebagai patokan standar pendidikan di Indonesia, UN malah melahirkan kebohongan dalam pendidikan kita. Pertama, sekolah jadi berusaha maksimal agar anak muridnya lulus dengan nilai tinggi di UN, sampai mengupayakan anak didiknya berhasil melalui kunci jawaban," ungkap dia.

Bukan menjadi rahasia, ketika pelaksanaan UN di sekolah, ada yang melakukan penyebaran kunci jawaban, dan itu menjadi ladang bisnis tersendiri bagi oknum-oknum tertentu.

"Pengalaman dulu ada yang diber kunci jawaban dan itu bayar. Ini terjadi karena patokan harus lulus UN dengan standar yang tinggi. Seandainya tidak ada UN dan kembali ke penilaian masing-masing sekolah, kemungkinan tidak ada kebohongan pendidikan seperti ini," ujar dia.

Baca Juga: Menteri Pendidikan Malaysia Puji Rencana Nadiem Hapus Ujian Nasional

4. Siswa tanpa UN ibarat terbebas dari penjajahan pemaksaan sistem belajar

Wong Sumsel Nilai Ujian Nasional Tak Hargai Masa Belajar Tiga Tahun Ilustrasi siswa ikuti ujian nasional (ANTARA NEWS Lampung/Emir Fajar Saputra)

Sementara, Presiden Mahasiswa Universitas Sriwijaya (Presma Unsri), Muadz menuturkan, kalau saat ini masih berstatus pelajar, tentu sangat senang dan terbebas dari penjajahan pemaksaan belajar.

"Selama tiga tahun belajar, dan kemampuan ilmu hanya diukur dengan Ujian Nasional, itu rasanya seperti tidak dihargai dalam menuntut ilmu. Padahal tiga tahun bersekolah banyak materi-materi yang dipelajari. Kalau tidak ada UN tentu jadi kebebasan pendidikan" tutur dia.

Muadz mengatakan, adanya UN bisa menjadi pemicu bayangan buruk bagi siswa dan menghantui dalam setiap proses belajar. "Karena jadi momok, kemampuan hanya dinilai dari rujukan UN, bagaimana dengan usaha belajar selama kita bersekolah. Setuju dengan penghapusan UN ini, karena melahirkan semangat baru dalam belajar," kata dia.

Kendati pro dengan kebijakan kemndikbud, Muadz berharap keputusan ini menjadi upaya peningkatan pendidikan bukan karena kepentingan tertentu.

"Apa pun itu kalau untuk kebaikan tentu saya dukung, tetapi ini butuh penjelasan mendalam dari berbagai unsur, sebelum benar-benar jadi rujukan di Indonesia dan diberlakukan. Sebab UN menjadikan pendidikan dinilai hanya dengan standar tunggal," tandas dia.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya