Women Crisis Center: Perempuan Palembang Belum Terima Pemenuhan Hak

Perempuan butuh perlindungan otonomi hak tanpa diskriminatif

Palembang, IDN Times - Direktur Eksekutif Women Crisis Center(WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi menyatakan, saat ini perempuan di Sumatera Selatan (Sumsel) khususnya Palembang, belum menerima pemenuhan hak secara keseluruhan.

"Masalah hak bukan sekadar aturan dan UU yang berlaku, tetapi bagaimana perempuan bisa mendeklarasikan otonomi pemenuhan hak, terkait kedaulatan perempuan tanpa mengalami diskriminasi lagi," ujar dia, pada Peringatan Hari Perempuan tentang Melawan Semua Aturan Diskriminatif, di Hotel Swarna Dwipa, Senin (9/3).

1. WCC Palembang minta pemenuhan keamanan dan kesehatan perempuan diutamakan

Women Crisis Center: Perempuan Palembang Belum Terima Pemenuhan HakKegiatan peringatan hari perempuan bersama WCC Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Yeni mengungkapkan, dalam memenuhi hak perempuan, sebaiknya UU benar-benar memperhatikan hak dalam arti lengkap, yang bukan saja membahas sandang, pangan dan papan. Tetapi bagaimana perempuan bisa aman berkarya.

"Utamakan pemenuhan keamanan dan kesehatan perempuan. Sebab, jika perempuan merasa dilindungi dalam pengembangan penyelenggaraan karya, baik dalam pemerintah maupun non program pemerintah, perempuan mampu berprestasi maksimal," ungkap dia.

2. Perlindungan reproduksi perempuan wajib diperhatikan

Women Crisis Center: Perempuan Palembang Belum Terima Pemenuhan HakKegiatan peringatan hari perempuan bersama WCC Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Kemudian, selain harus terpenuhinya hak perempuan, hal yang juga vital dan perlu perlindungan adalah menjaga pertahanan reproduksi perempuan.

"Maksudnya, bagaimana UU masih mengedepankan keselamatan kekerasan terhadap perempuan. Kemudian bagaimana perempuan tetap berkarya tanpa mengesampingkan keluarga," terang Yeni.

Namun, terkait UU perempuan, sekarang permasalahan yang terjadi adalah adanya pembatasan aturan yang memprihatinkan. "Contoh, RUU Omnibus Law yang menahan aturan cuti haid, serta menahan karya wanita dalam sektor publik," sambung dia.

3. AJI Palembang turut bertanggung jawan terhadap krisis perlindungan perempuan

Women Crisis Center: Perempuan Palembang Belum Terima Pemenuhan HakKegiatan peringatan hari perempuan bersama WCC Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara, Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang, Nila Ertina menuturkan, tentang isu-isu yang dihadapi perempuan terhadap krisis perlindungan saat ini, turut mempengaruhi sistem kerja dan aktivitas jurnalis perempuan.

"Bahkan media massa juga belum sadar tentang kesetaraan gender. Membahas tentang RUU perempuan, beberapa media massa lainnya masih ada yang belum berpikir perspektif gender. Dalam kasus dan pemberitaan ini, kami sebagai AJI akan bertanggung jawab," ujar dia.

Baca Juga: Wawako Palembang: Setinggi Apapun Jabatan, Perempuan Tetap Perempuan!

4. AJI Palembang dan WCC tolak RUU Perempuan

Women Crisis Center: Perempuan Palembang Belum Terima Pemenuhan HakKegiatan peringatan hari perempuan bersama WCC Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Nila melanjutkan, pihak AJI Palembang maupun dari WCC Palembang, sepakat mengambil tindakan penolakan terhadap rencana RUU perempuan oleh pemerintah.

"Kami mengutamakan perlindungan kekerasan yang harus dilakukan aparat dan pihak terkait dengan segera. Sebab pemerintah tidak tanggap dalam kasus kekerasan perempuan. Dari RUU Ketahanan Keluarga misalnya, karena itu kami menolak RUU itu. Perempuan jangan hanya menjadi bola dan di diskriminatif kan," tandas dia.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya