[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan Penanganannya

Ada banyak hal tentang stunting yang belum diketahui, lho

Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengurangi angka stunting atau anak pendek. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SGGI) persentase nasional, terjadi penurunan angka sekitar 1,6 persen per tahun sejak 2019 dari 27,7 persen menjadi 24,4 persen pada 2021. Angka stunting di Palembang ternyata lebih rendah 3,3 persen pada 2021

Data Ditjen Bina Pembangunan Daerah menunjukkan, angka itu berasal dari dua indikator anak pendek (1.054 orang) dan anak sangat pendek (264 orang), dari total 40.224 balita yang didata.

Namun untuk menekan angka anak pendek, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah gencar menyosialisasikan apa itu stunting, dampak terhadap anak, dan bagaimana pencegahannya.

Berikut hasil wawancara khusus IDN Times bersama Ditia Fitri Arinda, Pengurus Assosiasi Dietitian Indonesia wilayah Sumatra Selatan (AsDI Sumsel), sekaligus dosen di Prodi Gizi Universitas Sriwijaya (Unsri).

1. Apa itu stunting pada anak?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaANTARA FOTO/Maulana Surya

Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh cukupan zat gizi yang tidak memadai dalam waktu lama, dimulai dari awal konsepsi (pembuahan) hingga 1.000 hari pertama kehidupan.

Masalah stunting berakibat pada gangguan pertumbuhan anak, seperti tinggi badan yang lebih rendah atau pendek, dan membuat tumbuh kembang anak menjadi kerdil dari usia standar anak normal.

Baca Juga: Dinkes Palembang Catat Kasus Stunting Hanya 1,3 Persen 

2. Bagaimana dampaknya terhadap anak, jika mengalami masalah stunting?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Aryodamar)

Stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan, tetapi perkembangan kecerdasan. Berdasarkan hasil ronsen pada anak yang terkena stunting, pertumbuhan syaraf otak lebih sedikit dibanding anak normal.

Anak yang mengalami kasus stunting cenderung lebih lambat dalam menerima stimulus, dan akhirnya masalah stunting dapat menghambat konsentrasi maupun prestasi di sekolah.

Secara fisik, anak penderita stunting cenderung pendek dan jika energi dari asupan yang makannya tidak seimbang dengan energi yang dikeluarkan, anak stunting lebih berisiko mengalami obesitas dibandingkan anak yang tidak mengalami stunting.

Kesehatan jangka panjang anak stunting lebih rentan mengalami penyakit tidak menular saat dewasa, seperti obesitas, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, dan sebagainya.

Selain berisiko mengidap penyakit tidak menular, anak stunting juga dapat memiliki sistem imunitas tubuh yang lebih rendah dan rentan, apalagi oleh penyakit infeksi menular seperti TBC, Typoid, Influenza, termasuk COVID-19.

3. Pencegahan awal agar tidak terjadi stunting pada anak?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaDua orang anak menggunakan masker saat mengikuti kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

Pencegahan awal agar anak tidak terkena stunting dimulai sejak calon ibu remaja. Calon ibu harus menjaga status gizi normal. Ketika hamil, sang ibu menerapkan pola makan seimbang sesuai asupan kebutuhan keseharian dengan jadwal yang teratur.

Setelah ibu melahirkan, anak menerima ASI ekslusif sampai usia 6 Bulan, lalu MP-ASI seimbang mulai usia 6 bulan sambil melanjutkan ASI hingga usia 2 tahun, dan Pemberian Makanan Bayi Anak (PMBA) sesuai dengan kelompok umur.

Baca Juga: Cegah Stunting, Anak SD di Sumsel Terima 2 Ton Telur Gratis!

4. Apakah stunting berkaitan dengan gizi yg tidak baik atau tidak optimal?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Vanny El-Rahman)

Stunting pada anak sangat dipengaruhi oleh cara orangtua memberikan makanan sesuai kebutuhannya, dan bagaimana orangtua membiasakan anak untuk mengonsumsi makanan sehat.

Sang anak tidak hanya mengonsumsi nasi dengan lauk, tetapi makanan yang seimbang dan beragam seperti kecukupan asupan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, vitamin, dan mineral dari sayur maupun buah-buahan.

5. Berapa kebutuhan gizi anak-anak agar tumbuh sehat berkembang?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi kegiatan posyandu. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Asupan kalori per hari berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang ditetapkan oleh Kemenkes RI melalui Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 Tahun 2019 untuk anak usia 7-9 tahun, adalah 1650 kalori dengan protein 40 gram, lemak 55 gram, Karbohidrat 250 gram, Serat 23 gram, dan air 1650 ml.

Secara rinci untuk anak usia 0-5 bulan normal memiliki berat badan 6 kg dan tinggi badan 60 cm, membutuhkan 550 kkal energi, 9 gram protein, 31 gram lemak termasuk omega 3 dan omega 6,59 gram karbohidrat, dan 700 ml kebutuhan air.

Usia 6-11 bulan normal memiliki berat badan 9 kg dan tinggi badan 72 cm membutuhkan 800 kkal energi, 15 gram protein, 35 gram lemak termasuk omega 3 dan omega 6, 105 gram karbohidrat, 11 gram serat dan 900 ml kebutuhan air per hari.

Usia 1-3 tahun normal memiliki berat badan 13 kg dan tinggi badan 92 cm membutuhkan 1.350 kkal energi, 20 gram protein, 45 gram lemak termasuk omega 3 dan omega 6, 215 gram karbohidrat, 19 gram serat, dan 1.150 ml kebutuhan air.

Usia 4-6 tahun normal memiliki berat badan 19 kg dan tinggi badan 113 membutuhkan 1.400 kkal energi, 25 gram protein, 50 gram lemak termasuk omega 3 dan omega 6, 220 gram karbohidrat, 20 gram serat, serta 1.450 ml kebutuhan air.

Usia 7-9 tahun normal memiliki berat badan 27 kg dan tinggi badan 130 cm membutuhkan 1.650 kkal energi, 40 gram protein, 55 gram lemak termasuk omega 3 dan omega 6, 250 gram karbohidrat, 23 gram serat, hingga 1.650 ml kebutuhan air.

Baca Juga: Dinkes Palembang Menarget Kasus Stunting Turun di 30 Lokasi Khusus

6. Stunting yang terjadi rawan di usia berapa?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Kejadian stunting di Indonesia dibagi menjadi dua segmen, yaitu stunting pada anak di bawah usia dua tahun dan anak-anak di atas dua tahun sampai usia lima tahun.

Berdasarkan hasil SSGI tahun 2018, kejadian stunting tertinggi pada usia 12-23 bulan sebesar 27,3 persen. Sedangkan di 2019, kejadian tertinggi pada usia 24-35 bulan sebesar 34,65 persen.

7. Jika mengalami stunting kemudian penderita mendapati penyakit lain, apakah bisa disembuhkan atau berdampak lebih buruk?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Anak yang menderita penyakit lain akan semakin berdampak buruk pada kesehatan jika mengalami stunting. Seperti penyakit infeksi saluran pernafasan TBC, dan Pneumonia yang makin sulit disembuhkan jika mengalami kekurangan gizi secara kronis.

Baca Juga: Nah Lho, Ada 4.641 Balita di Palembang Mengalami Kasus Stunting

8. Data stunting di Palembang selama 5 tahun terakhir

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan Penanganannyailustrasi kegiatan di Posyandu (commons.wikimedia.org/Kanoman123)

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, didapatkan prevalensi stunting secara nasional pada balita yakni 30,8 persen. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013 yaitu 37,2 persen.

Sedangkan prevalensi stunting pada balita di Sumsel berdasarkan Riskesdas tahun 2018, juga mengalami menurun jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013, yaitu dari 36,7 persen menjadi 32 persen.

Hasil SSGI tahun 2021, angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27.7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021.

Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2019, dan hanya lima provinsi yang menunjukkan kenaikan. Namun prevalensi stunting tersebut masih tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO, yaitu kurang dari 20 persen.

Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi dari kebijakan pemerintah mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia memberi hasil cukup baik, dan harus diteruskan sampai angka stunting terus menurun sesuai dengan target WHO.

Berdasarkan hasil SSGI tahun 2021 di Sumsel, daerah yang memiliki angka stunting tertinggi yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebesar 32,2 persen, sedangkan yang terendah di Pagaralam sebesar 15,5 persen.

9. Bagaimana sebaiknya langkah Pemda menangani kasus ke depan?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Aryodamar)

Sebagian besar angka kejadian stunting di berbagai wilayah di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal itu bisa terjadi karena peran pemerintah yang serius menjalankan Program Penanganan Kasus Stunting.

Maka langkah-langkah penanggulan dan Pencegahan Kejadian A secara terintegrasi sudah sesuai dengan program nasional, yakni upaya promotif dan preventif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

Kemudian lakukan program integrasi dari Hulu ke Hilir bersamaan dengan lintas sektor, mulai dari edukasi calon pengantin sebagai upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, serita percepatan perbaikan gizi masyarakat.

Termasuk peningkatan pengendalian penyakit infeksi, sanitasi lingkungan, gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), dan penguatan sistem fasykes hingga pengawasan obat maupun makanan kemasan.

10. Harapan pengurus AsDI terhadap kasus stunting di Palembang?

[WANSUS] Perkembangan Stunting di Palembang dan PenanganannyaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sebagai pengurus AsDI yang juga merupakan anak dari organisasi profesi PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia), kasus stunting ke depan harus terus menurun agar anak-anak dapat tumbuh berkembang optimal.

Anak-anak diharapkan mampu menjadi Generasi Emas berkualitas dan memiliki daya saing global, sehingga berkontribusi untuk meningkatkan taraf kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

Baca Juga: Kasus Stunting di Sumsel Sama dengan Nasional, Ini Respons Herman Deru

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya