Pakar Hukum: UU KPK Tetap Sah Meski Jokowi Tak Teken Hingga 17 Oktober

Perppu akan membuat Presiden Jokowi dimakzulkan?

Jakarta, IDN Times - Polemik Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang hendak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan pada 17 September lalu, masih menjadi perhatian publik.

Beberapa pihak ada yang menolak Perppu tersebut, namun ada juga yang mendukung Jokowi mengeluarkan Perppu. Meski UU KPK belum diteken langsung oleh Presiden, namun undang-undang yang membuat polemik itu kini telah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Perppu UU KPK kini menjadi harapan masyarakat luas, agar lembaga antirasuah tersebut bisa diselamatkan. Karena, UU KPK yang baru disahkan itu, dianggap banyak pihak justru melemahkan komisi antirkorupsi itu.

Lantas, apakah bisa UU KPK yang baru disahkan diuju materi meski belum diteken presiden? Jika Jokowi tak meneken UU KPK, akan kah UU KPK tetap sah?

Baca Juga: Survei LSI: 76,3 Persen Masyarakat Ingin Presiden Keluarkan Perppu KPK

1. Uji materi di MK bisa ditindak lanjuti apabila UU KPK sudah ditanda tangani dan diberi nomor

Pakar Hukum: UU KPK Tetap Sah Meski Jokowi Tak Teken Hingga 17 Oktober(Ilustrasi gedung KPK) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan pada 17 Oktober 2019, meski pun Jokowi tak meneken UU KPK, namun undang-undang tersebut akan tetap sah secara sendirinya. Maka, apabila ingin dibatalkan, revisi UU KPK harus diberi nomor terlebih dahulu, sehingga bisa dibatalkan melalui Perppu.

"Jika akan diterbitkan Perppu, maka hasil revisi itu harus diberi nomor dulu sebagai undang-undang, baru dilakukan pembatalan dengan Perppu. Jika sudah 17 Oktober (30 hari), jika tidak ditandatangani Presiden, maka undang-undang tersebut sudah sah dengan sendirinya, dan Sekneg harus memberikan nomor undang-undangnya," jelas Fickar saat dihubungi IDN Times, Senin (7/10).

Begitu juga dengan proses uji materi di MK. Fickar menjelaskan, uji materi bisa dilakukan setelah UU KPK mendapatkan nomor. "Revisi UU KPK belum diundangkan, karena itu proses uji materi MK pun harus menunggu diberi nomor," ujar dia.

2. Presiden Jokowi harus keluarkan Perppu karena kondisi sudah genting: Ada korban jiwa dan dugaan upaya pelemahan KPK

Pakar Hukum: UU KPK Tetap Sah Meski Jokowi Tak Teken Hingga 17 OktoberIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Fickar pun mendorong Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu, guna mencabut UU KPK. Menurut dia, mengeluarkan Perppu bisa menjadi langkah paling efektif sekarang ini.

"Kita tidak pernah menemukan kegentingan yang seluar biasa ini. Kegentingan memaksa untuk menerbitkan Perppu sudah sangat banyak. Selain telah jatuh korban jiwa dari kalangan mahasiswa yang berunjuk rasa, juga substansi revisi UU KPK itu akan melemahkan lembaga antikorupsi itu," kata dia.

3. Ambil jalur konstitusional adalah langkah yang kurang tepat

Pakar Hukum: UU KPK Tetap Sah Meski Jokowi Tak Teken Hingga 17 OktoberIDN Times/Axel Jo Harianja

Mengenai pernyataan DPR dan pemerintah yang selalu meminta semua pihak tak setuju UU KPK melalui jalur konstitusional, Fickar menganggap, langkah tersebut kurang tepat.

"Karena MK sendiri pernah mengatakan bahwa undang-undang yang buruk itu belum tentu bertentangan dengan konstitusi. Kita menganggap UU KPK ini buruk, tapi belum tentu bertentangan dengan konstitusi," ucap dia.

4. Perppu tidak akan bisa membuat Presiden Jokowi dimakzulkan

Pakar Hukum: UU KPK Tetap Sah Meski Jokowi Tak Teken Hingga 17 OktoberIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Menurut Fickar, Perppu adalah pilihan terbaik sekarang ini. Menurut dia, hanya pihak yang tidak paham konstitusi lah, yang menganggap Perppu bisa membuat Presiden dimakzulkan. Sebab hal itu tidak ada dalam konstitusi.

"Tidak ada satu diksi pun dalam konstitusi yang menyatakan menerbitkan Perppu merupakan alasan pemakzulan. Justru revisi UU KPK adalah pelemahan yang disalahpahami, seolah-olah penguatan, justru Perppu akan menguatkan pemberantasan korupsi," ujar dia.

"Perppu bukan lah kejahatan, bukan pula pelanggaran hukum. Justru patut diwaspadai ketidaksetujuan akan Perppu didasari oleh kepentingan pragmatis oligarki, yang sangat potensial merugikan kepentingan rakyat," Fickar menambahkan.

Baca Juga: Jokowi Tidak Bakal Dilengserkan Hanya karena Mengeluarkan Perppu

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya