KPK: RUU Pemasyarakatan Perlakukan Koruptor Sama dengan Maling Sendal

UU baru memudahkan napi koruptor keluar penjara lebih cepat

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif menyayangkan pemerintah dan DPR segera mengesahkan revisi UU Pemasyarakatan. Pasalnya, di dalam UU baru pemasyarakatan, apabila napi kasus korupsi dan terorisme ingin mendapatkan pemotongan masa tahanan, maka tak perlu meminta rekomendasi dari pihak lain, termasuk KPK. Semua menjadi kewenangan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kemenkum HAM. 

Selain itu, cara lainnya yang menentukan adalah pengadilan. Wakil Ketua Komisi III, Erma S. Ranik mengatakan kewenangan napi memperoleh remisi dan pembebasan bersyarat ada di pengadilan. 

"Pengadilan saja. Kalau vonis hakim tidak menyebutkan bahwa hak Anda sebagai terpidana itu dicabut maka dia berhak untuk mengajukan itu, (remisi)," kata Erma di gedung DPR kemarin. 

Lalu, apa komentar KPK mengenai adanya ketentuan yang justru mempermudah koruptor untuk menghirup udara bebas? Sementara, mereka telah mencuri uang rakyat dan menyebabkan penderitaan bagi orang lain. 

1. KPK tak setuju perlakuan napi kasus korupsi sama seperti pencuri sendal

KPK: RUU Pemasyarakatan Perlakukan Koruptor Sama dengan Maling Sendal(Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Laode M Syarif tengah mengumumkan tersangka baru BLBI) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Syarif pun mengaku geleng-geleng kepala dalam waktu dua pekan, ada begitu banyak revisi UU yang hendak diloloskan oleh DPR di penghujung kinerjanya. Proses revisi UU tersebut tanpa melibatkan masyarakat sipil dalam proses pembahasannya. 

Dua pukulan pertama terjadi terhadap revisi UU KPK dan MD3. Kini, yang segera disahkan adalah revisi UU Pemasyarakatan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

"Memang dalam waktu dua minggu ini terjadi hal yang sangat luar biasa menyangkut antikorupsi. Satu, perubahan UU KPK itu sendiri, kedua KUH Pidana. Yang misalnya hukuman minimumnya (bagi koruptor) empat tahun menjadi dua tahun. Sekarang, ada UU Lapas yang mengatakan surat dari KPK tidak dibutuhkan lagi untuk penentuan remisi. Jadi, memang masyarakat, Tuhan bisa menilai, ini memang tersistematis upayanya," kata Syarif. 

Ia pun menyayangkan, mengapa sebagai tindak kejahatan luar biasa, para pelakunya justru terkesan mendapatkan keistimewaan dengan hukuman yang dibuat semakin ringan. 

"Perlakuan kepada mereka ini sama seperti pencuri sendal ya seharusnya gak cocok," tutur dia. 

Baca Juga: RUU Pemasyarakatan Rampung, Koruptor dan Teroris Lebih Mudah Bebas

2. Di UU Pemasyarakatan sebelum direvisi, narapidana kasus korupsi sulit memperoleh pembebasan bersyarat

KPK: RUU Pemasyarakatan Perlakukan Koruptor Sama dengan Maling SendalIlustrasi narapidana. (IDN Times/Sukma Shakti)

Wakil Ketua Komisi III, Herman Herry mengatakan syarat bagi narapidana bisa mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat tak perlu lagi serumit dulu. Salah satu syarat yang dihilangkan yakni mengenai aturan di PP nomor 99 tahun 2012. Di dalam PP itu tertulis apabila terpidana kasus korupsi ingin mendapatkan haknya, maka harus mendapatkan rekomendasi dari lembaga terkait, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Namun, dengan adanya revisi ini, maka semua aturan kembali mengacu ke Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"(Dalam PP 99 Tahun 2012) iya ada sejumlah persyaratan, termasuk harus ada rekomendasi dari KPK. Jadi PP 99 Tahun 2012 tidak berlaku.Tidak ada PP-PP-an lagi. Semua kembali ke KUHAP," kata Herman. 

Sedangkan, di revisi UU yang baru, syarat meminta rekomendasi ke lembaga terkait dihilangkan. Di dalam pasal 43A PP Nomor 99 Tahun 2019 sebelumnya mengatur seorang narapidana bisa mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat apabila memenuhi sejumlah persyaratan.

Misalnya, bersedia menjadi justice collaborator, menjalani hukum dua pertiga masa pidana, menjalani asimilasi setengah dari masa pidana yang dijalani, serta menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan.

3. Di dalam revisi UU Pemasyarakatan, napi bisa mengajukan cuti dan berekreasi

KPK: RUU Pemasyarakatan Perlakukan Koruptor Sama dengan Maling SendalIDN Times/Sukma Sakti

Sementara, ada pasal lain di dalam revisi UU nomor 12 tahun 1995 mengenai pemasyarakatan yang mengatur di mana napi memiliki hak untuk cuti bersyarat. Hak itu bisa digunakan oleh napi keluar lapas untuk berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau ke rumah. Syaratnya, napi tersebut harus terus didampingi oleh petugas lapas ke mana pun ia pergi. 

Pasal yang direvisi dan mengatur itu yakni pasal 9 dan 10 di UU Pemasyarakatan. Konfirmasi itu disampaikan oleh anggota panitia kerja revisi UU Pemasyarakatan dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muslim Ayub. 

"Jadi, (napi) bisa pulang ke rumah atau terserah ke mal dia juga bisa, asal didampingi oleh petugas lapas," kata Muslim ketika dikonfirmasi oleh media pada Kamis malam kemarin. 

Namun, belum diketahui berapa lama waktu cuti dan rekreasi bagi para napi. Hal ini justru membuat publik semakin geleng-geleng kepala, karena hukuman yang seharusnya bisa menyebabkan napi jera, justru dinilai terlalu ringan. 

Baca Juga: Dua Orang Jadi Tersangka, KPK Ingatkan Jokowi Hati-Hati Pilih Menteri

Topik:

Berita Terkini Lainnya