Inggris Kembangkan Swab Test, Hasilnya Keluar dalam Waktu 1,5 Jam

Alat yang disebut LamPORE mulai tersedia pekan depan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Inggris mengembangkan teknologi agar hasil tes usap bisa diketahui hanya dalam waktu 90 menit atau 1,5 jam saja. Alat tes usap yang diberi nama LamPORE akan mulai didistribusikan ke laboratorium dan rumah panti jompo pada pekan depan.

Pemerintah setempat menargetkan 500 ribu unit LamPORE akan didistribusikan dan jutaan alat lainnya akan diberikan pada tahun ini. Pemerintah juga menyebutkan alat tes swab cepat itu juga bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit musiman lainnya di Inggris. Sehingga, membantu dalam menghadapi musim dingin mendatang. 

"Fakta bahwa tes ini dapat mendeteksi flu dan COVID-19 akan sangat bermanfaat saat kita memasuki musim dingin, sehingga pasien dapat mengikuti saran yang tepat untuk melindungi diri mereka sendiri dan orang lain," kata Menteri Kesehatan, Matt Hancock, seperti dikutip dari stasiun berita BBC, Selasa(4/8/2020). 

Saat ini hampir sepertiga tes membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk diproses. Sedangkan seperempat hasil tes lainnya bisa memakan waktu hingga dua hari. 

Pengumuman itu datang ketika target pemerintah di bulan Juli untuk melakukan tes terhadap staf dan orang lansia yang di rumah perawatan tertunda. Penyebabnya, karena jumlah kit pengujian yang terbatas. 

Selain tes swab dengan hasil kilat, Pemerintah Inggris juga menyiapkan amunisi lainnya untuk meningkatkan kemampuan tes mereka. Apa saja peralatan itu?

1. Pemerintah mengirimkan ribuan mesin uji DNA ke rumah sakit di Inggris

Inggris Kembangkan Swab Test, Hasilnya Keluar dalam Waktu 1,5 JamIlustrasi pasien COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain tes swab cepat, Pemerintah Inggris juga mengirimkan ribuan mesin uji DNA ke rumah sakit lain yang dioperasikan oleh NHS, layanan kesehatan nasional Inggris. Sebelumnya, mesin uji DNA itu telah digunakan di delapan rumah sakit di London dan dapat menganalisis hasil uji swab. 

Departemen Kesehatan menyampaikan ada sekitar 5.000 mesin penguji DNA yang dapat membantu proses 5,8 juta tes dalam beberapa bulan mendatang. Stasiun berita BBC menyebut hingga saat ini belum ada data yang bisa diakses oleh publik mengenai akurasi tes-tes baru tersebut. 

Tetapi, menurut pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Oxford, John Bell yang ikut memberikan masukan bagi pemerintah, mesin itu bisa menghasilkan analisis yang sensitif, sama seperti di dalam laboratorium. 

Dengan adanya dua jenis alat untuk melakukan tes, maka kapasitasnya bisa ditingkatkan menjadi 300 ribu per harinya. Namun, angka itu masih jauh dari target Pemerintah Inggris yakni bisa melakukan pengujian sebanyak 500 ribu per hari pada Oktober mendatang. 

Baca Juga: Bakal Vaksin COVID-19 yang Dibuat Oxford Terbukti Picu Imunitas

2. Pemerintah Inggris mengutamakan tes dilakukan di sekolah dan komunitas

Inggris Kembangkan Swab Test, Hasilnya Keluar dalam Waktu 1,5 JamIlustrasi tes swab cepat LamPORE buatan Inggris (www.nanoporetech.com)

Menkes  Matt Hancock mengatakan teknologi pengujian terbaru ini akan diutamakan untuk dipakai di sekolah-sekolah dan komunitas. Sebab, pemerintah ingin melakukan pengujian terhadap orang-orang yang sesungguhnya sudah terpapar COVID-19 namun tidak menunjukkan gejala. 

Sementara, Menteri di Skotlandia, Nicola Sturgeon mengatakan bersedia menerima alat tes tersebut. Tetapi, sebelum bisa digunakan ke publik, penasihatnya menyarankan untuk melihat dulu akurasi dan keampuhan alat tes tersebut. 

3. Epidemiolog di London menyarankan isolasi terhadap orang yang sakit juga penting

Inggris Kembangkan Swab Test, Hasilnya Keluar dalam Waktu 1,5 JamIlustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Sementara itu pengajar penyakit menular dan ahli epidemiologi di Universitas College, London, mengatakan memiliki alat uji yang cepat adalah berita yang baik. Tetapi, secara keseluruhan sistemnya juga harus bergerak cepat. 

Selain hasil tes yang diketahui secara kilat, hal lain yang juga tak kalah penting yaitu mengisolasi orang yang sakit secepatnya. Direktur Institut Francis Crick, Paul Nurse, mengatakan pemerintah harus memperlakukan warganya sebagai orang dewasa ketika mengomunikasikan penanganan COVID-19. 

"Kami membutuhkan keterbukaan, transparansi, pengawasan dan kepemimpinan yang baik dari orang-orang yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan," tutur Nurse. 

Baca Juga: Inggris Tuding Rusia Coba Curi Hasil Riset Vaksin dari Berbagai Negara

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya