Dear Pak Jokowi, Nasib KPK 4 Tahun ke Depan di Tangan Anda

Akankah Jokowi coret 10 nama capim bermasalah?

Jakarta, IDN Times - Proses seleksi capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memasuki tahap akhir. Pada pekan lalu pansel sudah melakukan uji publik dan wawancara terhadap 20 capim yang lolos dari tahap profile assessment

Sesuai dengan prediksi, pansel akan menyerahkan 10 nama capim terbaik menurut mereka ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo, pada Senin (2/9). Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih memastikan mereka akan diterima oleh Jokowi pukul 15:00 WIB. 

"(10 nama) Diserahkan pada Senin, 2 September pukul 15:00 WIB. Tapi, paginya kami akan ada rapat untuk menentukan 10 calon pimpinan terlebih dahulu," ujar Yenti ketika dikonfirmasi pada Minggu (1/9). 

Perempuan yang sehari-hari menjadi pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu menjelaskan pansel tidak akan mengumumkan 10 nama yang akan diserahkan ke Jokowi kecuali memang diminta. Tapi, tidak menutup kemungkinan apabila Jokowi meminta agar 10 nama itu diumumkan dulu ke publik sebelum diserahkan ke komisi III DPR. 

Di sini lah yang akan menjadi titik penting. Koalisi masyarakat sipil antikorupsi berharap mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak menerima begitu saja capim institusi antirasuah yang telah diseleksi oleh pansel. Mereka berharap Jokowi kembali menyeleksi dari 10 nama yang disodorkan. Penyebabnya, masih ada capim bermasalah yang diloloskan oleh pansel. 

Hal itu mereka sampaikan dalam sebuah aksi teatrikal di jalan di area Bunderan Hotel Indonesia pada Minggu kemarin. Mereka berharap Jokowi akan mendengarkan suara publik lantaran apa pun yang diputuskan maka akan berdampak terhadap nasib pemberantasan korupsi selama empat tahun ke depan. Apa saja tuntutan mereka dan lazim kah bagi seorang presiden mencoret capim KPK yang disodorkan oleh pansel? 

1. Jokowi bisa saja mencoret nama capim yang disodorkan oleh pansel tapi itu tak lazim

Dear Pak Jokowi, Nasib KPK 4 Tahun ke Depan di Tangan AndaSekretariat Presiden

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengakui belum pernah ada di periode sebelumnya Presiden mencoret capim KPK yang telah disodorkan oleh pansel. Namun, menurut dia, sesuai dengan aturan di UU, bukan berarti Presiden tidak bisa melakukan hal itu. 

Menurut dia, saat ini situasinya berbeda, lantaran upaya pelemahan KPK dilakukan dengan memasukan calon pimpinan bermasalah ke institusi antirasuah. 

"Mungkin artinya di mata publik tidak ada permasalahan separah ini, sehingga respons Presiden kan melihat respons publik sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tentu dia harus mendengarkan suara publik. Sekarang, karena suara penolakannya sudah semakin menguat dan menyeluruh diikuti fakta-fakta yang luar biasa, mestinya Presiden peduli," kata Feri yang ditemui oleh IDN Times di gedung KPK pada Jumat malam (30/8). 

Ia menggaris bawahi siapa pun capim KPK yang dipilih, maka publik hanya tahu itu pilihan presiden, lantaran pansel dipilih oleh orang nomor satu di negara ini. Sayangnya, dari proses pemilihan pansel pun, kata Feri sudah bermasalah. 

"Pansel saat ini terdiri dari ahli-ahli di institusi tertentu, sehingga mereka lebih menyukai institusi tempat mereka bekerja untuk jadi pimpinan KPK," katanya lagi. 

Ahli-ahli yang dimaksud Feri yakni ketua pansel, Yenti Garnasih, Indriyanto Seno Adji dan Hendardi. Mereka diketahui pernah dan masih bekerja sebagai tenaga ahli di institusi Polri. 

Lalu, yakinkah publik apabila suara mereka kali ini akan didengar oleh Presiden? Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun mengaku masih optimistis. Walau orang-orang di sekeliling Jokowi justru bersuara sebaliknya, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan. 

"Apakah orang-orang di sekeliling presiden itu menjadi cermin atau menjadi alat konfirmasi sikap presiden?," tanya Tama kepada IDN Times di hari yang sama. 

Baca Juga: Dituding Punya Kepentingan, Pansel KPK: Kami Tetap Independen

2. Masukan publik tidak didengar oleh pansel capim KPK

Dear Pak Jokowi, Nasib KPK 4 Tahun ke Depan di Tangan AndaANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Menurut Tama, pansel capim KPK saat ini diduga memiliki kepentingan tertentu, reaktif dan menutup diri terhadap kritik. Bahkan, ketika diberi masukan terkait rekam jejak capim yang bermasalah, malah direspons "EGP" (emang gue pikirin). Pernyataan itu memang keluar dari mulut mantan Ketua Setara Institute, Hendardi lantaran ia merasa kredibilitas yang telah ia bangun selama lebih dari 30 tahun diserang serta diragukan. 

"EGP itu kan akronim yang merendahkan masukan dari publik. Lalu, ada pula pernyataan 'kami bukan pemuas ICW' dan segala macam. Lho, kok jadi begitu responsnya. Kami menilai masukan dari publik justru malah tidak dianggap suatu kebutuhan, padahal di dalam UU tertulis pansel memilih nama capim dengan mempertimbangkan masukan," kata Tama. 

Bukan hanya masukan dari koalisi masyarakat sipil yang tidak diacuhkan, bahkan rekam jejak yang telah disusun oleh KPK sendiri juga diabaikan oleh mereka. Institusi antirasuah sempat mengundang pansel capim untuk datang ke KPK dan melihat sendiri bukti hasil penelusuran rekam jejak terhadap 20 capim, namun mereka justru emoh hadir. Alasannya, sibuk. Padahal, apabila mereka menganggap masukan tersebut penting, maka sesibuk apa pun akan tetap meluangkan waktu. 

3. Deretan capim KPK yang bermasalah

Dear Pak Jokowi, Nasib KPK 4 Tahun ke Depan di Tangan AndaANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Di antara 20 capim KPK, setidaknya ada sekitar tujuh individu yang bermasalah. Mereka tidak hanya berasal dari institusi kepolisian, namun juga kejaksaan dan bahkan akademisi. Capim yang disorot dari institusi kepolisian yakni Irjen (Pol) Firli Bahuri, Irjen (Pol) Antam Novambar, dan Brigjen (Pol) Bambang Sri Herwanto. 

Rekam jejak Firli dan Antam sudah bertebaran di beragam pemberitaan. Institusi KPK menolak paling keras Firli kembali masuk. Hal itu lantaran ia telah berbohong di hadapan pansel mengenai tak pernah melanggar kode etik dengan bertemu mantan kepala daerah, diduga sering membocorkan rencana Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan menjadi penghambat perkara besar di KPK. 

Firli juga tak melaporkan harta kekayaan dari periode 2003 hingga 2017. Ketika ia dilantik sebagai Deputi Penindakan, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengakui jenderal polisi itu belum menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Sedangkan, Bambang sudah empat kali tak melaporkan LHKPN ke KPK. 

Dari institusi kejaksaan yang memiliki rekam jejak bermasalah Johanis Tanak, Sugeng Purnomo dan M. Jasman Panjaitan. Jasman pernah disebut di dalam persidangan pernah menerima suap dari terdakwa kasus pembakaran lahan di Sumatera Utara DL Sitorus senilai Rp84 miliar. 

Sementara, satu capim lainnya yakni Nurul Ghufron yang berprofesi sebagai Dekan di Fakultas Hukum Universitas Jember. Ia diduga pernah menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi, jarang menyetor LHKPN dan pernah didiagnosa menderita penyakit vertigo. 

Baca Juga: Ramai Dikritik Publik, Ini Profil 9 Anggota Pansel Capim KPK 

Topik:

Berita Terkini Lainnya