Mengenal Sungai Bahar Tempat Lahir Brigadir J di Jambi

Sungai Bahar dibuka sebagai tempat transmigrasi pada 1984

Jambi, IDN Times - Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dalam tiga pekan terakhir menyita perhatian banyak orang. Kalangan pejabat pemerintah hingga rakyat biasa terus memantau perkembangan kasus pria kelahiran Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Sejak jenazah Brigadir J tiba di kampung halamannya, Sabtu (9/7/2022) lalu, hingga ekshumasi atau pembongkaran makam untuk kepentingan autopsi ulang pada Rabu (27/7/2022), Sungai Bahar ramai dikunjungi berbagai pihak yang berkepentingan. Misalnya Kompolnas, Mabes Polri, dan terutama awak media.

"Saya melihat wajah-wajah baru datang ke sini sejak H-1 lebaran Idul Adha. Mereka memarkir kendaraan di depan, bukan masuk ke halaman seperti biasanya warga lokal. Mereka datang memesan kopi dan makan," ungkap Yusuf, pemilik kedai kopi Matoa saat dibincangi IDN Times, Kamis (28/7/2022).

Yusuf mengungkapkan, foto yang menandai akun Instagram @matoa_colaboratespace lebih banyak dari biasanya. Memang sejak kematian Brigadir J disebut janggal, banyak orang dari luar Sungai Bahar mampir ke kedai kopi miliknya yang berjarak 12 menit berjalan kaki.

Baca Juga: Kuasa Hukum Minta Orang Terdekat Brigadir J Dilindungi

1. Satu penginapan langsung penuh

Mengenal Sungai Bahar Tempat Lahir Brigadir J di JambiJalan Poros Unit 1 Sungai Bahar sebagai akses utama. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Sebagai sebuah kecamatan kecil di Kabupaten Muaro Jambi, Sungai Bahar hanya memiliki satu tempat penginapan bernama Pondok Griya Trans. Biasanya, kamar-kamar kosong diisi oleh karyawan perusahaan sawit yang beroperasi di Muaro Jambi. Namun belakangan ditempati oleh kru media yang datang dari Jakarta atau Palembang.

"Ada media dari Metro TV menginap juga. Harga kamarnya dari yang Rp300 ribu hingga Rp450 ribu," kata pemilik Pondok Griya Trans.

Minimnya tempat penginapan memaksa beberapa awak media memilih lokasi bermalam di Kota Jambi. Padahal jaraknya cukup jauh sekitar 60 kilometer, atau membutuhkan waktu hingga 2 jam.

"Wartawan TV One malah menginap di halaman Indomaret karena gak kebagian penginapan," kata Budi, penjual nasi goreng di Jalan Poros Unit 1.

Budi menceritakan, lumayan banyak pendatang yang makan nasi goreng buatannya sejak berita menggembarkan Brigadir J. Apalagi di malam sebelum autopsi pada Selasa (26/7/2022), ketika RSUD Sungai Bahar yang menjadi lokasi autopsi dan tak jauh dari tempatnya. Pengacara keluarga Brigadir J pun sempat menggelar konferensi pers untuk menjelaskan tahapan autopsi yang akan dilakukan tim dokter forensik sekitar jam 01.00 WIB.

Menurut Budi, tak banyak penjual makanan yang buka hingga dini hari seperti dirinya. Umumnya, pedagang hanya berjualan hingga pukul 21.00 WIB. Apalagi sejak harga sawit jatuh, warga Sungai Bahar agak sungkan berbelanja.

"Sejak awal tahun ini memang harga sawit jatuh. Harga jual antara Rp800 hingga Rp1.300. Orang-orang jadi agak sungkan belanja, mas. Apalagi jajan-jajan. Kadang saya berjualan sampai jam 3 pagi," terangnya.

Baca Juga: Vera Kekasih Brigadir J Khawatir Tentang Keselamatan Dirinya 

2. Mayoritas warga sebagai petani sawit

Mengenal Sungai Bahar Tempat Lahir Brigadir J di JambiIlustrasi tanaman sawit. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Tak banyak orang yang tahu di mana titik koordinat Sungai Bahar jika tak dibantu peta digital Google. Hal ini diungkapkan Yusuf ketika ia berkuliah di Yogyakarta. Teman-temannya sesama mahasiswa bahkan mengira Sungai Bahar di Provinsi Jambi berada dalam wilayah administrasi Sumatra Selatan (Sumsel).

Sungai Bahar merupakan daerah transmigrasi yang dibuka pada 1984 silam. Penamaan 'Bahar' berawal dari perdagangan Lada di Jambi. Istilah Bahar digunakan untuk menyebut ukuran satuan barang seperti Lada, atau disebut Sahang oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang perairan Sungai Musi hingga Sungai Batang Hari Sembilan. Harga satu bahar Lada disetarakan dengan 12-30 real. Dalam perdagangan di Pulau Sumatra, Politik Lada sudah memasuki paruh abad XVIl.

Wilayah Sungai Bahar yang mempunyai topografi rendah, cocok untuk dijadikan
lahan perkebunan. Hal itu yang mendorong daerah ini dibuka menjadi
daerah tujuan transmigrasi pada 1984. Awalnya Sungai Bahar masih menginduk ke Kecamatan Mestong, namun memisahkan diri menjadi kecamatan baru pada 2001, lalu terpecah lagi menjadi Bahar Utara pada 2010 dan menyusul Bahar Selatan tiga bulan kemudian.

Menurut Sekretaris Camat Sungai Bahar, TM Sakti Gultom, melalui Kasi Pemberdayaan Masyarakat, Eko Budiono, menyebutkan sekitar 99 persen masyarakat di tempatnya memang bekerja sebagai petani sawit.

Eko bersama stafnya Widodo dan Reni Dwi Andika mengisahkan program transmigrasi di era Presiden Soeharto. Kala itu masyarakat dari Pulau Jawa diboyong ke Sungai Bahar dan ditawari berbagai fasilitas. Satu orang mendapat dua hektar kebun yang sudah ditanami sawit berusia dua tahun.

Lalu, mereka juga mendapat tiga perempat lahan pangan dan seperempat lahan pekarangan sekaligus tempat tinggal. Lahan pekarangan itu digunakan untuk menanam kebutuhan sayur dan palawija, agar bisa memenuhi kebutuhan mereka sebelum sawit bisa menghasilkan.

"Bahkan ada jatah hidup juga dari pemerintah. Kami mendapat sembako selama setahun yang dibagikan setiap bulan, mulai dari beras, minyak goreng, dan bahan pokok lain. Termasuk ikan asin. Kalau saya tidak salah, tiap bulan kami mendapat 1 kilogram ikan asin. Termasuk bibit sawit juga diberikan oleh pemerintah," ungkap Widodo.

Pola petani sawit plasma sebagai mitra perusahaan perkebunan milik swasta, juga mendapatkan bantuan berupa subsidi bunga pinjaman selama 10 tahun. Bagi petani yang berhasil, mereka bisa melunasi pinjaman perbankan hanya kurang dari 6 tahun. Mereka yang memiliki pendapatan lebih akhirnya membeli lahan kebun lain di wilayah sekitarnya.

Ketergantungan masyarakat Sungai Bahar pada hasil perkebunan sawit hingga sekarang tentunya berdampak pada perekonomian. Jika harga sawit sedang tinggi, warganya tentu cuan besar. Sebaliknya jika harga sawit sedang jatuh seperti sekarang, perekonomian warga menjadi lesu. Realisasi terhadap target pajak pun ikut terganggu.

Berdasarkan Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) Sungai Bahar pada 2020, realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sungai Bahar mencapai Rp366.043.442 dari target sebesar Rp385.308.887 atau hanya sekitar 95 persen.

Baca Juga: Fakta Baru Brigadir J; Ditembak dari Dekat oleh Banyak Orang

3. Hanya bisa pendampingan dan peremajaan sawit

Mengenal Sungai Bahar Tempat Lahir Brigadir J di JambiKantor Camat Sungai Bahar. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Potensi unggulan Kecamatan Sungai Bahar hanya di sektor perkebunan kelapa sawit. Luas lahan perkebunan di Kecamatan mencapai 12.813 hektar. Namun produktivitas kelapa sawit di beberapa desa mengalami penurunan, karena umur tanaman yang
sudah tua dan memasuki masa peremajaan.

Dalam upaya peningkatan produksi untuk meningkatkan ekonomi, para petani memanfaatkan lahan yang diremajakan atau replanting dengan cara menanam tanaman sela seperti palawija. Selain dari sektor perkebunan dan pertanian, Kecamatan Sungai Bahar juga ada sektor perdagangan yang diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Kita bergantung pada sawit. Kalau pun warga sini ada yang berdagang, mereka juga tetap berkebun sawit. Berdagang seperti sampingan saja," timpal Reni.

Eko menambahkan, pihak kecamatan tak bisa berbuat banyak mengarahkan warga menggarap sektor lain. Kecamatan hanya melakukan pendampingan, karena program dari pemerintah pusat langsung masuk ke desa melalui Dana Desa berbentuk Program Ketahanan Pangan, BLT, dam BUMDes. 

Baca Juga: Dukun Cabul Memerkosa 1 Keluarga: Ibu dan 2 Anak Digauli Bersamaan

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya