Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak Dunia

Kebijakan Arab ini membuat banyak negara mati kutu

Jakarta, IDN Times - Nama Arab Saudi tidak lepas dari penyebab anjloknya harga minyak saat ini. Eks Menteri BUMN Dahlan Iskan menuliskan bagaimana kronologi jatuhnya harga minyak dunia.

Di balik itu semua, keperkasaan Arab Saudi telah membuat banyak negara getar-getir dengan kebijakan ini.

"Rusia akan mati. Amerika akan pingsan. Indonesia klepek-klepek. Mohammed bin Salman (MbS) kok dilawan," tulis Dahlan dalam blognya disway.id berjudul MbS Tiwikrama yang dilansir pada Selasa (10/3).

Bagaimana Arab Saudi membuat harga minyak dunia jatuh dan membuat negara lain 'berguguran'?

1. Berawal dari masa kejayaan migas

Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak DuniaANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Dahlan menjelaskan, dalam sidang Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau negara pengekspor minyak mentah, ada satu keinginan untuk menaikkan harga minyak dunia.

Ketika itu harga minyak dunia pernah mencapai US$90 dolar per barel dalam jangka waktu yang panjang. Bahkan pernah menyentuh US$100 per barel.

"Harga US$50 per barel dianggap terlalu rendah. (Ketika itu) negara-negara OPEC pun kebanjiran dolar, menjadi disebut negara petrodolar," kata Dahlan.

Baca Juga: 4 Plus Minus Turunnya Harga Minyak Dunia Bagi Ekonomi Indonesia 

2. Kedigdayaan Amerika Serikat dalam inovasi migas

Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak DuniaPendukung Afrika-Amerika, termasuk Terrence Williams, Angela Stanton dan Diamond and Silk, berdoa dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Ruang Kabinet Gedung Putih di Washington, Amerika Serikat, pada 27 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis

Sayang kejayaan itu memudar sejak 5 tahun lalu. Adalah Amerika Serikat (AS) yang menggalakkan teknologi baru di bidang pengambilan gas. Penemuan yang disebut shale gas itu mampu menyedot gas dari retakan-retakan bebatuan.

"Sejak itu Amerika tidak lagi tergantung dari minyak OPEC. Bahkan Amerika bisa disebut telah swasembada migas," ujar Dahlan.

Amerika, lanjut Dahlan belakangan menekan Tiongkok untuk mau beli gas dari Amerika. "Untung ada negara lain yang kian haus energi: Tiongkok, India, Pakistan dan, kecil-kecilan, (termasuk) Indonesia. Meski begitu tetap saja harga minyak mentah tidak bisa balik lagi ke US$90 per barel," kata Dahlan.

3. Strategi awal Arab Saudi: mengurangi produksi biar langka dan harga naik

Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak DuniaKilang minyak Pertamina. IDN Times/Surya Aditya

Arab Saudi lalu mengambil langkah dengan mengurangi produksi mereka supaya terjadi kelangkaan dan menyebabkan harga naik.

"Ide lama itulah yang juga dibahas di sidang OPEC terakhir, 5 Maret kemarin di Austria, kantor pusat OPEC," ujar Dahlan.

Arab Saudi, sebagai produsen terbesar, sudah bersedia menurunkan produksi minyaknya. Dari 11 juta barel ke 10 juta barel per hari. Namun negara lain keberatan karena produksi minyak mereka yang tidak sebanyak Arab Saudi. "Saudi-lah yang diharapkan menurunkan lebih banyak lagi," ucap Dahlan.

Masalah lain timbul: Rusia. Meski bukan anggota OPEC, Rusia juga termasuk negara pengekspor minyak. Jika OPEC menurunkan produksi mereka namun Rusia tidak menurunkan, maka yang akan diuntungkan adalah Rusia.

"Maka OPEC juga harus merayu Rusia. Agar mau mengikuti keputusan OPEC. Rusia menolak," kata Dahlan.

4. Kemarahan Arab Saudi

Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak DuniaANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Strategi pertama Arab Saudi yang gagal disebut Dahlan membuat Putra Mahkota Mohammed bin Salman marah. "Marah sekali. Ngamuk," ujarnya.

Arab Saudi lalu membuat keputusan sepihak dengan membanting harga minyak. Minyak dijual dengan harga rendah yakni US$30 dolar per barel.

"Saudi juga akan meningkatkan produksi minyaknya. Semaunya pula. Menjadi 12 juta barel per hari. Penurunan pendapatannya ditutup dari kenaikan produksinya," kata Dahlan memaparkan.

"Rusia akan mati. Amerika akan pingsan. Indonesia klepek-klepek. Mohammed bin Salman (MbS) kok dilawan," imbuhnya.

5. Negara lain mati kutu dengan kebijakan tersebut

Keperkasaan Arab Saudi di Balik Jatuhnya Harga Minyak DuniaAntara

Dahlan lalu mengatakan banyak perusahaan migas di AS, khususnya yang mengadopsi teknologi shale gas lesu. "Langsung bisa pingsan. Harga saham mereka di pasar modal bisa langsung terjungkal," katanya.

"Karena, untuk biaya produksi gas dari retakan bebatuan itu bisa setara US$45 per barel. Kalau harga minyak hanya US$30 per barel matilah mereka," ucap Dahlan.

Langkah Arab Saudi itu dinilai Dahlan sangat penuh perhitungan. Dengan biaya produksi minyak yang rendah, US$20 per barel, Arab Saudi masih mendapat keuntungan dengan menjual US$30 per barel.

Indonesia pun terkena dampaknya. Dengan biaya produksi minyak mentah sekitar US$40 per barel. "Kalau harga jualnya US$30 per barel, Anda pun bisa membuat corporate decision: tutup saja," kata Dahlan.

Begitu juga dengan Rusia yang tidak bisa memproduksi minyak mentah dengan US$30 per barel. "Ladang minyaknya di laut. Yang di darat pun pipanya harus selalu dipanasi agar tidak beku, agar bisa mengalir. Biaya memanasi pipa itu menambah dolar per barel," kata Dahlan.

"Dengan harga minyak US$30 per barel ini ada yang ikut sekarat: Green energy. Ibarat kaca dilempari batu serpihannya membuat luka di mana-mana," kata Dahlan mengakhiri.

Baca Juga: Fakta-fakta yang Bikin Harga Minyak Dunia Anjlok 25 Persen

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya