Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat Pandemik

Dirinya memanfaatkan teknologi untuk menghubungi keluarga

Palembang, IDN Times - Rafiniati mahasiswi asal Palembang yang menempuh gelar Master di Monash University, menceritakan pengalaman pertamanya merayakan lebaran tidak di luar negeri. Mengenyam pendidikan di Melbourne, Australia, Rafiniatimengaku jika Ramadan tahun ini menjadi momen perdana dirinya jauh dari rumah, keluarga, teman-teman, dan berpuasa tanpa ditemani sanak saudara.

Meski begitu, gadis berusia 20 tahun ini menyebut hal tersebut bukan jadi masalah. Justru, kecanggihan teknologi membantunya untuk tetap terhubung dengan keluarga walau berbeda negara.

"Sebenarnya aku pribadi gak ada masalah, karena ingin mencoba merasakan lebaran di negeri orang. Lewat video call sudah buat lebih dekat dengan mereka (keluarga)," ujarnya kepada IDN Times, Sabtu (23/5).

Baca Juga: Hore! Mahasiwa Perantau di Palembang Bisa Terima Paket Sembako

1. Australia masih menerapkan travel ban

Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat PandemikSuasana arus lalu lintas di Gerbang Tol Madiun beberapa waktu lalu. IDN Times/Nofika Dian Nugroho

Menurut dia, jarak bukanlah penghalang untuk menjalin komunikasi secara rutin. Bahkan orangtuanya tetap mendukung dengan tidak menuntutnya mudik ke Indonesia.

"Ya sudah biar jadi pengalaman. Lagi pula belum bisa mudik karena pemerintah Australia menerapkan travel ban. Kalaupun pulang, gak tau kapan bisa balik lagi ke sini dari Indonesia," ujar dia.

Rafiniati mengejar Magister di Australia, ia beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Selain karena memang tempat tinggalnya bersama orang Indonesia, Rafiniati juga banyak mengikuti organisasi dan komunitas sesama WNI.

"Tinggal di area cukup banyak orang Indonesia, kebetulan punya housemate yang muslim dan mereka asal Indonesia juga, jadi lebaran bareng-bareng," timpal dia.

https://www.youtube.com/embed/Z81Xc63CdaY

2. Australia hanya menerima tamu maksimal 5 orang di dalam rumah

Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat Pandemik

Rencananya, kata dia, semua kerabat satu negara di Australia bakal melakukan pertemuan dan saling mengunjungi.

"Mau masak-masak dan berkunjung, di sini sudah boleh bertamu asal hanya 5 orang dalam rumah dan 10 orang d luar rumah," ujar Rafiniati.

Berlebaran dalam keadaan pandemik seperti sekarang, menurutnya ada hikmah yang bisa dipetik. Semua orang jadi lebih menghargai pertemuan dan kebersamaan bersama orang terdekat.

"Selanjutnya bakal sangat berarti (lebaran) meraih pahala, dan harapannya dipertemukan lagi di lebaran berikut," tutur Rafiniati.

Baca Juga: Curhat Mahasiswa di Perantauan, Dilarang Mudik dan Kehabisan Uang

3. Mudik di negeri orang menjadi "a moment to remember"

Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat PandemikDok.IDN Times/Istimewa

Penerima beasiswa Lembaga Pengelolan Dana Pendidikan (LPDP) pemerintah Indonesia ini menjelaskan, orangtuanya menerima dan memahami situasi yang ia hadapi. 

"Tujuannya untuk mengikuti kebijakan social distancing agar penyebaran tidak masif dan Ramadan kali ini luar biasa, jadi pengalaman mengingat, a moment to remember," jelas dia.

Rafiniati mengungkap rasa rindunya terhadap suasana rumah. Ia menceritakan rutinitas jelang lebaran di Palembang seperti berbenah rumah, bersiap dan menyambut hari raya. 

"Walau pun belum terlalu lama di Melbourne, yang dikangenin pempek karena makan setiap hari. Kalau mau lebaran biasanya waktu sekarang lagi beres-beres rumah sambil berantem sedikit sama saudara," katanya.

4. Sebut atmosfer di Australia sangat mendukung

Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat Pandemik

Mahasiswi jurusan Communication Strategy Management, berbagi situasi kondisi kuliah di sana. Menurutnya, suasana belajar di Melbourne tidak berbeda jauh dengan Indonesia di masa pandemik COVID-19. Ia dan mahasiswa lain melakukan sistem belajar online di minggu-minggu awal virus melanda negara kangguru itu.

"Untungnya aku punya lingkungan bagus, atmosfer juga mendukung dan pihak universitas suportif membantu mahasiswa jika ada kesulitan. Kita bisa sharing ke fakultas, di sini terbuka dan terbuka banget," terangnya.

Jelas Rafiniati, tidak terlalu berat menjalani kehidupan di Australia. Biaya sekolah yang ditanggung negara, dan setiap tiga bulan pemerintah Indonesia menyalurkan dana tepat waktu ke mahasiswa.

"Kalo finansial gak susah, yang penting manajemen keuangannya jangan sampai malah boros, kesusahan sendiri," ujar dia.

Banyak komunitas orang indonesia yang memyambut dirinya denga baik. Ditambah Konsulat Jenderal Indonesia yang kooperatif memberikan informasi dan edukasi terbaru.

"Memastikan setiap WNI menerima pelayanan. Memberikan program bantuan ke WNI yang butuh logistik dan saling sharing, ngebantu banyak, jadi tahu pengalaman mereka yang lebih dulu tinggal di Melbourne. Aku pun jadi ngerti makanan halal di sini, karena dikasih rekomendasi," tandas dia.

Baca Juga: Ucapan Lebaran dalam Bahasa Inggris, Momen Bermaaf-maafan Makin Cair

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya