ICW Desak KPK Ungkap Keterlibatan Oknum PDIP dalam OTT Komisioner KPU

Wahyu Setiawan menerima suap dari caleg PDI Perjuangan

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menggali lebih jauh mengenai dugaan keterlibatan oknum PDI Perjuangan dalam operasi senyap yang menimpa komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu komisioner, Wahyu Setiawan, ditangkap penyidik komisi antirasuah pada Rabu (8/1) di Bandara Soekarno-Hatta. 

Wahyu diduga menerima suap sebesar Rp400 juta dalam bentuk mata uang dollar Singapura agar membantu PDI Perjuangan memuluskan jalan caleg Harun Masiku menjadi anggota DPR dalam proses "Penggantian Antar Waktu" (PAW). Santer disebut duit senilai Rp400 juta turut bersumber dari Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristianto. Namun, Hasto sejak awal membantah ikut terlibat dalam suap tersebut. 

"Maka, kami mendesak KPK untuk mengembangkan dugaan keterlibatan aktor-aktor lainnya dalam perkara ini. Apabila disimak dalam pemberian keterangan pers kemarin yang disampaikan oleh pimpinan KPK, terdapat sejumlah fakta," ujar peneliti ICW divisi korupsi politik, Donal Fariz melalui keterangan tertulis pada Jumat (10/1). 

Lalu, apa masukan ICW agar tak lagi terjadi suap yang menimpa penyelenggara pemilu?

1. Wahyu Setiawan diduga terima suap agar memuluskan pergantian anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan

ICW Desak KPK Ungkap Keterlibatan Oknum PDIP dalam OTT Komisioner KPUKomisioner KPU RI, Wahyu Setiawan. IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Desakan itu disampaikan oleh peneliti ICW usai KPK menggelar jumpa pers dan menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerima suap dari caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I. PDI Perjuangan menginginkan agar nama Harun yang masuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal pada 2019 lalu. 

Namun, berdasarkan rapat pleno di KPU, mereka menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti lantaran suara yang diperoleh lebih tinggi. Donal pun menyayangkan mengapa peristiwa serupa justru terulang kembali ke lembaga seperti KPU. 

"Hal ini tentu akan berdampak pada kurangnya kepercayaan masyarakat kepada KPU. Terlebih lagi ada tantangan besar di depan mata untuk menyelenggarakan pilkada serentak 2020 di 270 daerah," kata Donal. 

Baca Juga: Cerita Penyelidik KPK yang Sempat Digeledah dan Dites Urine di PTIK

2. ICW khawatir OTT yang berulang terhadap KPU bisa menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat

ICW Desak KPK Ungkap Keterlibatan Oknum PDIP dalam OTT Komisioner KPU(IDN Times/Denisa Tristianty)

ICW menyayangkan KPU justru kembali jadi target operasi senyap KPK dan terjerat rasuah. Mereka khawatir OTT yang berulang ke KPU bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik ke lembaga penyelenggara pemilu itu. 

"Terlebih lagi ada tantangan besar di depan mata untuk menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 pada 270 daerah. Untuk itu, KPU harus segera melakukan sejumlah langkah perbaikan internal," ujar Donal. 

ICW mengimbau agar KPU segera melakukan kerjasama dengan KPK untuk membangun whistle-blowers system (WBS) pada internal KPU,dimulai dari jajaran KPU Provinsi hingga ke kabupaten atau kota.

3. ICW desak KPK usut seluruh aktor di balik kasus penyuapan komisioner KPU

ICW Desak KPK Ungkap Keterlibatan Oknum PDIP dalam OTT Komisioner KPUANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

ICW pun mendesak agar pengungkapan kasus penyuapan ini tak berakhir hingga ke Wahyu Setiawan saja. Menurut mereka, semua pihak harus ikut dibongkar keterlibatannya. Berdasarkan keterangan pers yang digelar pada Kamis kemarin, terdapat sejumlah informasi. 

"Pertama, adanya perintah dari salah satu pengurus DPP PDIP agar memerintahkan advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Ada pula PDIP yang berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal," tutur Donal. 

Hal ini, kata Donal, menunjukkan adanya peran partai untuk turut mendorong proses PAW ini. Padahal, ICW menjelaskan, ketentuan penggantian calon terpilih telah jelas diatur dalam Pasal 426 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi:

“Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.“

Artinya, caleg penggantinya hanya bisa diganti oleh individu lain yang memiliki suara terbanyak kedua ketika pileg digelar kemarin. 

Baca Juga: Jokowi Akan Hadiri Rakernas PDIP di Jiexpo Kemayoran Hari Ini

Topik:

Berita Terkini Lainnya